REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Sebuah laporan dari pakar kesehatan mengatakan betapa sulitnya mengendalikan wabah virus corona jenis baru, yang pertama kali terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Selain diketahui dapat menyebar langsung antar manusia, bahkan sekalipun tidak ada gejala, penularan dapat terus berlanjut ke orang-orang berikutnya.
Masa inkubasi virus corona ini juga sangat lama. Hal itulah yang menyebabkan sulit diketahui kapan atau di mana seseorang terinfeksi virus ini.
Pada awalnya, banyak orang merasa lega karena virus corona ini tidak memiliki akibat fatal seperti SARS (sindrom pernapasan akut parah), flu unta alias MERS, dan Ebola, dilihat dari tingkat kematian yang terjadi akibat infeksi. Namun, kekhawatiran terus meningkat arena virus ini bisa menyebar jauh lebih banyak dan mudah, dibandingkan virus lainnya.
“Kekhawatiran terus meningkat,” ujar March Lipsitch dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Harvard University, Senin (3/2), dikutip AP.
Virus corona jenis baru telah menginfeksi setidaknya 14 ribu orang sejak pertama kali terdeteksi di Wuhan pada akhir Desember 2019. Sebanyak lebih dari 300 kematian terjadi dan penyebaran virus terjadi di puluhan negara, termasuk Amerika Serikat (AS).
“Kami masih memiliki risiko rendah untuk warga di Amerika dan tetap ingin menjaga demikian,” ujar Anthony Fauci, kepala National Institutes of Health’s Infectious Disease (Institut Penyakit Menular Nasional AS) pada akhir pekan lalu.
Ada beberapa faktor dari virus corona yang memengaruhi wabah semakin memburuk. Berdasarkan 425 kasus pertama yang dikonfirmasi di China, tiap infeksi menyebabkan rata-rata 2,2. Ini sedikit lebih dari flu biasa, namun kurang dari SARS yang merupakan sepupu genetik virus baru.
Belum diketahui apakah virus ini akan melemah ketika menyebar atau malam menjadi lebih baik. Menurut Robert Webster, pakar penyakit menular di St Jude Children’s Research Hospital, virus ini tampaknya masih mempelajari apa yang dapat dilakukannya.
“Kami belum mengetahui potensi penuhnya,” ujar Webster.
Kekhawatiran terbesar adalah penularan berkelanjutan, di mana satu orang menyebarkan virus ke orang lain dan orang itu terus menularkannya. Selain itu, kekhawatiran terkait adalah seberapa sering orang tanpa gejala menginfeksi orang lain.
Para ilmuwan melaporkan seorang perempuan asal China yang tidak mengalami sakit dan menunjukkan gejala lainnya menyebarkan virus kepada seorang pria di Jerman, selama perjalanan bisnis di sana. Infeksi kemudian terjadi kepada beberapa rekan kerja lainnya, sebelum menunjukkan gejala apapun.
"Penularan asimptomatik yang disebut ini "membebani proses penyaringan," yang sangat bergantung pada gejala untuk mendeteksi kasus dan melacak kontak dekat untuk membatasi penyebaran," kata Fauci.
"Jika virus dapat bergerak secara luas dari orang ke orang atau tanpa menyebabkan gejala, itu akan menyebar lebih jauh dan mungkin lebih lama dari yang kita harapkan," kata Dr Ashish Jha, seorang profesor kesehatan global Universitas Harvard.
Jenis penularan yang disebut sebagai asimptomatik ini menyultkan proses penyaringan, yang sangat bergantung pada gejala untuk mendeteksi kasus infeksi virus dan melacak kontak dekat untuk membatasi penyebaran. Jika virus dapat bergerak secara luas dari orang ke orang atau tanpa menyebabkan gejala, itu akan menyebar lebih jauh dan mungkin lebih lama dari yang diharapkan.
Ilmuwan China memperkirakan masa inkubasi rata-rata virus corona adalah sekitar lima hari, namun bisa bertahan hingga dua pekan. Potensi masa inkubasi yang lama seperti ini yang kemudian bisa menjadi masalah.
"Orang-orang dapat pindah dan bahkan tidak mengingat tempat-tempat di mana mereka mungkin telah terpapar virus,” jelas Webster.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengatakan, masih sulit untuk menentukan siapa saja orang yang terinfeksi. Meski telah melakukan beberapa tes, namun keakuratannya masih diragukan.
Terlalu sedikit yang diketahui mengenai metode untuk pemeriksaan lebih lanjut atas infeksi virus corona. Kemungkinan banyak yang bisa dilewatkan saat seseorang benar-benar tidak memiliki gejala tersebut.
"Jika kita memiliki tes yang benar-benar akurat yang sangat sensitif dan sangat spesifik, maka kita bisa menguji orang dan berkata mereka baik-baik saja. Kami tidak tahu keakuratan tes ini. Kami tidak tahu keakuratan tes ini,” ujar Fauci.