REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Garin Nugroho akan membawakan karya pementasan terbarunya berkeliling dunia ke sejumlah negara. Menurut dia, pementasan "Planet Sebuah Lament" akan menjadi karya pembuka dalam ASIA TOPA (Asia-Pacific Triennial of Performing Arts) pada Februari 2020 mendatang, di Melbourne, Australia.
"Tentu di ASIA TOPA Melbourne nanti fasilitas teknis akan lebih lengkap. Contohnya. dari plastik, kami akan pakai yang bagus daripada di sini," kata Garin saat ditemui usai pementasan "Planet Sebuah Lament" di Jakarta, Kamis (16/1) malam.
Selain itu, menurut Garin, fasilitas artistik pada pementasan di luar negeri akan lebih bagus karena tempat pertunjukan yang telah memenuhi syarat. Sementara itu, dari segi konten, koreografi, dan tarian akan sama saja.
"Kami sengaja gunakan elemen hidup sehari-hari," ujarnya.
Dari segi kostum pemain, menurut Garin, juga akan sama seperti yang dipentaskan di Jakarta. Pentas "Planet Sebuah Lament" menggunakan baju bekas dari NTT.
"Ada sembilan karung dibawa ke sini dan seluruh dunia," ujar Garin.
Pementasan "Planet Sebuah Lament" karya Garin Nugroho.
Pementasan "Planet Sebuah Lament" menggabungkan teater, film, tarian, dan lagu ini mengusung perpaduan budaya dari Indonesia Timur (Melanesia) yang begitu kaya dengan kekayaan tari dan lagu serta tema lingkungan. Garin mengambil referensi tablo jalan salib yang ada di Larantuka, Flores Timur.
Bagi Garin, cerita sederhana yang dekat dan sarat maknalah yang ingin diangkat. Cerita dibuat sesederhana mungkin, akan tetapi memiliki nilai dan filosofi yang sangat dekat dengan penonton.
Garin berharapan pementasan tersebut menjadi renungan bagi penonton bahwa Bumi saat ini tidak baik-baik saja. Namun, masih ada harapan untuk membuat Bumi menjadi baik lagi.
"Planet Sebuah Lament" bercerita tentang seorang lelaki yang hidup pasca tsunami. Dirinya terdampar di alam yang rusak dan tak berpenghuni.
Pria itu kemudian menemukan sebuah telur. Telur tersebut menggambarkan adanya harapan untuk kehidupan.
Akan tetapi, semuanya tidak semudah itu. Kerusakan Bumi yang dilambangkan dengan plastik dan benda-benda tak terurai seakan bangun dan punya kekuatan.
Mereka berusaha merebut telur tersebut dan merusaknya. Pertempuran pun terjadi. Lelaki itu mati, tapi telur bisa diselamatkan.
Kerusakan yang ada sekarang, menurut Garin, pantas disandingkan dengan ratapan-ratapan dari Timur Indonesia. Sebab, lament adalah kisah manusia mengalami kepedihan, lalu kembali lagi bangkit, dan menemukan jalan cinta.
"Ia harus dihidupkan ketika dunia begitu keras dan vulgar, dan kita kehilangan diri untuk mengalami kemanusiaan dan menceritakannya,” kata Garin.
Tiap babak dinarasikan melalui paduan suara dan lagu-lagu ratapan pada transisinya. Pementasan "Planet Sebuah Lament" akan ditampilkan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, pada tanggal 17-18 Januari 2020.
Karya terbaru ini merupakan hasil tim kerja dari berbagai negara yang disusun oleh Arts Centre Melbourne untuk Asia TOPA 2020 ini juga dijadwalkan akan dipentaskan di Dusseldorf, Jerman dan Amsterdam, Belanda.