Rabu 15 Jan 2020 08:08 WIB

Burnout Berpengaruh Terhadap Kesehatan Jantung

'Burnout' merupakan strees kronis di tempat kerja yang tak berhasil dikelola.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Nora Azizah
Burnout merupakan sindrom yang diakibatkan oleh stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola (Ilustrasi Stres)
Foto: Pxfuel
Burnout merupakan sindrom yang diakibatkan oleh stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola (Ilustrasi Stres)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Sebuah penelitian mengungkapkan keadaan kelelahan emosional, fisik dan mental berkepanjangan dikaitkan dengan gangguan irama jantung yang berpotensi mematikan. Menurut Organisasi Dunia (WHO), jenis kelelahan ini disebut burnout.

Burnout merupakan sindrom yang diakibatkan oleh stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola. Para peneliti, temasuk dari University of Southern California AS, mengatakan burnout berbeda dari depresi, yang umumnya ditandai dengan suasana hati yang rendah, rasa bersalah dan harga diri yang buruk.

Baca Juga

Sebagian bagian dari penelitian, yang diterbitkan dalam European Jorunal of Preventie Cardiology, para ilmuwan menyurvei lebih dari 11 ribu orang dewasa usia menengah dan yang lebih tua untuk mengetahui kelelahan, kemarahan, penggunaan anti depresen dan dukukangan sosial yang buruk.

Mereka mengikuti subjek untuk jangka waktu sekitar 25 tahun untuk pengembangan fiblirasi atrium, detak jantung yang tidak teratur dan cepat yang dapat meningkatkan risiko stroke, gagal jantung dan komplikasi jantung lainnya. Menurut temuan penelitian, peserta dengan tingkat burnout tertinggi berada pada risiko 20 persen lebih tinggi terkena atrial fibrilasi selama masa tidak lanjut, dibandingkan dengan mereka yang sedikit atau tidak memiliki bukti kelelahan vital.

Menurut rekan penulis studi Parveen K. Grag dari University of Southern California, kelelahan vital dikaitkan dengan peningkatan peradangan dan peningkatan aktivasi respon stres fisiologis tubuh.

“Ketika dua hal ini dipicu secara kronis yang dapat memiliki efek serius dan merusak pada jaringan jantung, yang kemudian pada akhirnya dapat menyebabkan perkembangan aritmia ini,” kata Grag, seperti yang dilansir dari Indian Express, Rabu (15/1),

Namun, penelitian ini tidak menemukan hubungan antara kemarahan, penggunaan antidepresan atau dukungan sosial yang buruk dan pengembangan fibrilasi atrium.

“Temuan kemarahan dan dukungan sosial konsisten dengan penelitian sebelumnya, tetapi dua penelitian sebelumnya memang menemukan hubungan yang signifikan antara penggunaan antidepresan dan peningkatan risiko fibrilasi atrium. Jelas, masih banyak pekrjaan yang harus dilakukan,” ujar Grag.

Sementara studi sebelumnya telah menunjukkan tinta antara kelelahan vital dan penyakit jantung, seperti serangan jantung dan stroke. Studi saat ini mengungkapkan kelelahan juga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami detak jantung tidak teratur.

“Pentingnya menghindari kelelahan melalui perhatian yang cermat  dan pengelolaan, serta tingkat stres pribadi sebagai cara untuk membantu menjaga kesehatan kardiovaskular secara keseluruhan tidak dapat dilebih-lebihkan,” ujar Grag.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement