REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Kasus cedera akibat penggunaan skuter listrik melonjak seiring popularitas dari kendaraan ini di Amerika Serikat (AS). Dalam sebuah studi yang dilakukan dan diterbitikan pada Rabu (9/1), diketahui kenaikan kasus ini mencapai hampir tiga kali lipat.
Hampir 40 ribu kasus cedera patah tulang, kepala, luka dan memar akibat kecelakaan skuter listrik terjadi dan mendapat penanganan di ruang gawat darurat AS dari 2014 hingga 2018. Tingkat cedera skuter di antara populasi umum di negara itu naik dari enam per 100 ribu menjadi 19 per 100 ribu.
Sebagian besar kecelakaan terjadi pada pengendara berusia 18 hingga 34 tahun. Mereka yang terluka tidak dirawat di rumah sakit.
Para peneliti di University of California, San Francisco menganalisis data Pemerintah AS mengenai cedera non fatal yang dirawat di ruang gawat darurat. Peningkatan langkah-langkah dan peraturan keselamatan bagi pengendara dinilai jelas diperlukan.
Laporan media juga mengaitkan skuter listrik stand-up dengan lebih dari puluhan kasus kematian di AS dalam beberapa tahun terakhir. Tren ini mengikuti munculnya perusahaan penyewaan kendaraan tersebut di banyak kota di seluruh dunia.
Dengan demikian, orang-orang dapat menyewa skuter melalui aplikasi ponsel pintar. Namun, beberapa kota telah menerapkan larangan dan pembatasan penggunaan kendaraan ini, seperti tidak boleh digunakan saat malam serta area dan wilayah yang tak diperkenankan untuk dilewati.
“Skuter mempromosikan komuter aktif,” ujar benjamin Breyer, penulis utama studi.
Hal itu mengartikan kendaraan ini dapat membantu memacu penggunaan angkutan umum yang lebih luas dan berkurangnya kemacetan lalu lintas. Namun, Breyer menggarisbawahi perlunya peningkatan kesadaran bahwa pengendara harus mengenakan helm dan mengendari skuter dengan aman serta mematuhi aturan keselamatan yang ditetapkan.