Kamis 05 Dec 2019 17:52 WIB

Rokok Elektrik Dikaitkan dengan Penyakit Paru-Paru Langka

Rokok elektrik diduga terlibat dalam kematian akibat sakit paru-paru.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Nora Azizah
Rokok elektrik diduga terlibat dalam kematian akibat sakit paru-paru (Ilustrasi)
Foto: Youtube
Rokok elektrik diduga terlibat dalam kematian akibat sakit paru-paru (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Rokok elektrik dijual sebagai alternatif yang lebih aman daripada produk tembakau tradisional dan sebagai alat bantu untuk berhenti merokok. Tetapi rokok elektrik terlibat dalam peningkatan jumlah kematian baru-baru ini dan peringatan kesehatan, terutama di Amerika Serikat.

Terdapat kasus pasien dengan penyakit paru-paru langka yang biasanya disebabkan oleh paparan logam industri. Para peneliti di University of California San Francisco (UCSF) mengatakan pasien menderita pneumoconiosis logam keras, biasanya ditemukan pada orang yang terpapar logam, seperti kobalt atau tungsten yang digunakan dalam mengasah alat atau memoles berlian. Ini menyebabkan batuk terus-menerus dan kesulitan bernafas dan meninggalkan luka pada jaringan paru-paru.

Baca Juga

“Pasien ini tidak diketahui terkena logam keras. Jadi, kami mengidentifikasi penggunaan rokok elektrik sebagai kemungkinan penyebabnya,” ujar profesor patologi klinis di USCF, Krik Jones, seperti yang dilansir dari Malay Mail, Kamis (5/12).

Studi kasus, yang diterbitkan dalam European Respiratory Journal mengatakan ketika para peneliti menguji rokok elektrik pasien, yang digunakan dengan ganja, mereka menemukan kobalt dalam uap yang dilepaskannya, serta logam beracun lainnya. Di antaranya, nikel, alumunium, mangan, timbal dan kromium.

Ini mirip dengan penelitian lain, menunjukkan logam berasal dari kumparan pemanas yang ditemukan di perangkat rokok elektrik. Namun, bukan dari jenis isi ulang tertentu seperti yang telah dipikirkan sebelumnya.

“Paparan debu kobalt sangat jarang di luar beberapa industri tertentu. Ini adalah kasus pertama yang diketahui tentang toksisitas yang diinduksi oleh logam di paru-paru yang terjadi setelah vaping dan telah mengakibatkan luka pada paru-paru pasien dalam jangka panjang, mungkin permanen,” kata asisten profesor kedokteran di USCF, Rupal Shah.

Editorial Eurpean Respiratory Society yang menyertainya untuk berhenti merokok menolak penggunaan rokok elektrik sebagai bantuan. Mereka mengatakan berdasarkan pada maksud baik, tetapi tidak benar atau tidak berdokumen klaim atau asumsi.

Rekan penulis editorial, profesor kedokteran pernafasan di University of Manchester Jorgen Vestbo mengatakan rokok elektrik berbahaya karena menyebabkan kecanduan nikotin dan berdasarkan bukti tidak pernah menggantikan alat untuk berhenti merokok.

Komentator pada temuan ini menyuarakan keberatan tentang membuat tautan berdasarkan hanya satu kasus. Kepala pusat studi tembakau & alkohol UK danm seorang konsultan kedokteran pernapasan di University of Nottingham, Profesor John Britton mengatakan bahwa sementara kobalt dapat menyebabkan penyakit sulit untuk melihat bagaimana mereka mencapai kesimpulan ini, mengingat tidak ada partikel kobalt terdeteksi dalam sampel paru-paru dari pasien.

“Kasus ini merupakan contoh lain dari penyakit paru-paru serius pada seseorang yang menggunakan perangkat rokok elektrik untuk kanabis.” Ujar Britton seraya menambahkan risiko dalam kasus orang yang menguap nikotin sebagai alternatif dari merokok tembakau sangat rendah.

Awal tahun ini, WHO memperingatkan perangkat perokok elektrik berbahaya dan karenanya harus tunduk pada peraturan. Pada Juni, San Francisco menjadi kota besar Amerika Serikat (AS) yang secara efektif melarang penjualan dan pembuatannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement