Selasa 26 Nov 2019 07:34 WIB

Obesitas Sebabkan Kerusakan Otak Anak-Anak

Penderita obesitas sering menderita resistensi insulin.

Rep: Febryan/ Red: Muhammad Hafil
Obesitas anak (Ilustrasi).
Foto: ist
Obesitas anak (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa obesitas pada anak-anak menyebabkan kerusakan otak. Kerusakan terjadi pada bagian yang berfungsi mengatur nafsu makan, emosi dan fungsi kognitif.

Penelitian yang akan dipaparkan pada pertemuan tahunan Radiological Society of North America (RSNA) itu menemukan bahwa obesitas memicu peradangan pada sistem saraf yang merusak sejumlah bagian penting dalam otak. Para ilmuwan itu menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dalam penelitian ini.

Baca Juga

dan menemukan kerusakan yang mungkin terkait dengan peradangan di pikiran remaja yang mengalami obesitas.

"Perubahan bagian otak ditemukan pada anak-anak obesitas terkait dengan daerah penting yang bertanggung jawab untuk mengendalikan nafsu makan, emosi dan fungsi kognitif,” kata salah satu penulis, Pamela Bertolazzi, seorang ilmuwan biomedis dan mahasiswa doktoral di Universitas São Paulo, Brasil.

Temuan itu dimungkinkan lantaran menggunakan teknik terbaru dalam MRI, yakni difusion tensor imaging (DTI). Sabuah teknik yang melacak difusi air di sepanjang saluran materi putih pembawa sinyal di otak.

Penelitian itu dilakukan dengan membandingkan hasil RTI 59 anak-anak obesitas dengan 61 anak-anak bertubuh sehat. Semuanya berusia 12-16 tahun.

Dari hasil DTI, para peneliti memperoleh ukuran yang disebut fractional anisotropy (FA), yang berkorelasi dengan kondisi materi putih otak. Pengurangan FA adalah indikasi meningkatnya kerusakan pada materi putih.

Hasil menunjukkan penurunan nilai FA di daerah yang terletak di corpus callosum, seikat serat saraf yang menghubungkan belahan otak kiri dan kanan. Penurunan FA juga ditemukan di girus orbitofrontal tengah, wilayah otak yang terkait dengan kontrol emosional dan sirkuit penghargaan. Tidak ada area otak pada pasien obesitas yang mengalami peningkatan FA.

Pola kerusakan semacam itu berkorelasi dengan beberapa penanda peradangan seperti leptin, hormon yang dibuat oleh sel-sel lemak yang membantu mengatur tingkat energi dan simpanan lemak. Pada beberapa orang gemuk, otak tidak merespons leptin, menyebabkan mereka tetap makan meskipun cadangan lemaknya cukup atau berlebih.

Kondisi memburuknya materi putih juga dikaitkan dengan kadar insulin, hormon yang diproduksi di pankreas dan berfungsi membantu mengatur kadar gula darah. Orang gemuk sering menderita resistensi insulin, suatu keadaan di mana tubuh melawan efek yang dihasilkan hormon tersebut.

"Temuan kami menunjukkan korelasi positif antara perubahan otak dan hormon seperti leptin dan insulin. Selain itu, kami menemukan hubungan positif dengan penanda inflamasi, yang membuat kami percaya pada proses peradangan saraf selain resistensi insulin dan leptin,” papar Bertolazzi dikutip techexplorist.com, Senin (25/11).

Bertolazzi mengatakan, pihaknya ingin melakukan penelitian lanjutan setelah anak-anak itu menurunkan berat badannya. Yakni untuk melihat apakah perubahan bagian otak itu bisa dikembalikan atau bersifat permanen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement