REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim peneliti dari University Center of General Medicine and Public Health menemukan bahwa sekitar 50 persen dari orang dewasa berpenghasilan rendah lebih berisiko terhadap penyakit jantung. Risiko ini dinilai berkaitan dengan kualitas tidur yang cenderung lebih buruk pada orang dewasa berpenghasilan rendah.
Temuan ini didapatkan setelah tim peneliti melakukan analisis terhadap data yang berasal dari sekitar 110 ribu orang dewasa. Para partisipan yang terlibat berasal dari Inggris, Prancis, Swiss dan Portugal.
Tim peneliti melakukan penilaian terhadap riwayat penyakit jantung koroner para partisipan melalui pemeriksaan klinis, rekam medis serta kuesioner. Selain itu, tim peneliti juga mengumpulkan data terkait pendapatan tahunan para partisipan.
Melalui jurnal Cardiovascular Research, tim peneliti mengungkapkan hasil temuan mereka. Berdasarkan data, laki-laki dewasa berpenghasilan rendah memiliki risiko 48 persen lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung. Selain itu, perempuan dewasa berpenghasilan rendah memiliki risiko 53 persen lebih tinggi untuk masalah kesehatan yang sama.
Tim peneliti mengungkapkan lebih tingginya risiko penyakit jantung para orang dewasa berpenghasilan rendah berkaitan dengan kualitas tidur. Orang dewasa berpenghasilan rendah cenderung tidak mendapatkan tidur yang cukup karena berbagai faktor.
Salah satu di antaranya, orang dewasa yang memiliki kesulitan ekonomi seringkali harus melakukan banyak pekerjaan sehingga terpaksa mengorbankan waktu tidur. Di sisi lain, orang yang kurang mampu secara finansial mungkin memiliki kecemasan terhadap uang sehingga kesulitan untuk tidur.
Orang-orang berpenghasilan rendah juga seringkali tinggal di lingkungan yang padat. Lingkungan yang padat cenderung lebih ramai atau bising sehingga dapat menganggu tidur.
Tim peneliti mengungkapkan bahwa durasi tidur yang direkomendasikan untuk orang dewasa adalah 6-8 jam. Tim peneliti mengatakan tidur kurang dari enam jam berhubungan dengan 13,4 persen kasus penyakit jantung.
"Perubahan struktural dibutuhkan di tiap lapisan masyarakat untuk memungkinkan orang-orang agar mendapatkan tidur lebih banyak," jelas salah satu peneliti Dusan Petrovic, seperti dilansir Mail Online.
Petrovic mencontohkan salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menurunkan kebisingan. Hal ini penting untuk diwujudkan karena kebisingan merupakan salah satu sumber gangguan tidur.
"(Misalnya) dengan penggunaan jendela double glazed, pembatasan lalu lintas dan tidak membangun rumah-rumah di dekat bandara atau jalan raya," jawab Petrovic.