Senin 11 Nov 2019 08:52 WIB

Apakah Pemanis Buatan Rendah Kalori Baik?

Pemanis buatan rendah kalori sebenarnya mudah ditemukan di makanan sehari-hari.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Indira Rezkisari
Pemanis buatan pengganti gula.
Foto: flickr
Pemanis buatan pengganti gula.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanis rendah kalori seringkali dianggap sebagai alternatif gula yang lebih sehat. Namun ada pula orang-orang yang menganggap bahwa pemanis rendah kalori tidak baik untuk dikonsumsi bagi kesehatan. Mana yang benar?

Tanpa disadari, pemanis rendah kalori sebenarnya sangat mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Minuman kemasan menjadi 'sumber' asupan pemanis buatan yang paling umum dalam pola makan kebanyakan orang.

Baca Juga

Selain dalam minuman kemasan, pemanis rendah kalori juga bisa ditemukan pada makanan. Beberapa di antaranya adalah roti, sereal, makanan ringan, yogurt, es krim tanpa gula, kue rendah gula hingga bumbu-bumbu masakan.

Sebagian orang yang tidak menyukai pemanis rendah kalori seringkali beralih ke produk-produk rendah gula atau tanpa gula untuk menghindari asupan gula. Mereka jarang menyadari bahwa produk-produk yang tampak sehat ini sebenarnya mengandung pemanis rendah kalori.

 

"Mereka mungkin beli produk yang dikatakan tanpa gula tambahan, bebas gula, atau rendah gula, sambil berpikir bahwa itu merupakan opsi yang lebih sehat," ungkap ketua investigator dalam studi Allison Sylvetsky PhD daro George Washington University Milken Institute School of Public Health, seperti dilansir WebMD.

Saat ini FDA sudah menyetujui delapan pemanis berintensitas tinggi. Enam di antaranya disetujui sebagai zat aditif makanan yaitu sakarin, aspartam, sukralosa, kalium asesulfam, neotame dan benefame. Ada pula stevia yang disetujui FDA sebagai pemanis alami pertama yang dianggap secara umum aman. Selain itu, ada pemanis buah monk asal Cina.

FDA juga telah menyetujui gula alkohol sebagai gula pengganti karena memiliki kandungan kalori yang rendah dengan tingkat rasa manis 20-100 persen dari gula biasa. Beberapa di antaranya adalah sorbitol, xylitol, lactitol, mannitol, erythritol dan maltitol.

Sebuah studi mengindikasikan bahwa penggunaan pemanis, khususnya pemanis dalam soda diet, dapat meningkatkan beberapa risiko penyakit kronis. Penyakit-penyakit kronis ini di antaranya adalah obesitas, sindrom metabolik, diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit jantung.

Studi jangka panjang yang baru dipublikasi Oktober lalu juga menemukan bahwa meminum minimal setengah porsi minuman berpemanis buatan per hari berkaitan dengan peningkatan risiko diabetes sebesar 16 persen. Yang menarik, bila minuman ini diganti dengan air putih, kopi atau teh tanpa pemanis buatan, risiko diabetes tampak menurun sekitar 2-10 persen.

Ada pula studi yang menghubungkan minuman pemanis buatan dengan risiko strok dan penyakit jantung. Salah satu di antaranya adalah sebuah studi pada 2017 lalu yang menemukan bahwa minuman soda diet dengan risiko strok iskemik yang lebih tinggi.

Namun tidak semua studi menunjukkan sisi negatif dari pemanis buatan. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan pemanis buatan dapat menurunkan asupan kalori total dan membantu penurunan berat badan.

Terkait temuan yang beragam ini, Academy of Nutrition and Dietetics telah mengungkapkan pandangannya. Ahli gizi sekaligus juru bicara dari Academy of Nutrition and Dietetics Debbie Petitpain mengungkapkan bahwa pemanis buatan aman untuk dikonsumsi, mengacu pada beberapa studi yang diteliti FDA sebelum menyetujui penggunaan pemanis-pemanis buatan. Pemanis buatan dapat membantu orang-orang untuk tetap bisa merasakan manis pada maknana dan minuman dengan asupan kalori yang lebih rendah.

"Sangat masuk akal untuk memangkas asupan kalori, mengingat ada banyak bukti bahwa gula berkontribusi terhadap penyakit kronis seperti obesiatas, diabetes tipe 2 dan penyakit jantung," terang Petitpain.

Petitpain juga mengatakan penggunaan pemanis buatan aman untuk anak-anak. Akan tetapi, orang tua perlu memastikan bahwa anak-anak tidak makan atau minum secara berlebihan hanya karena makanan atau minuman yang dikonsumsi mengandung pemanis rendah kalori.

Di samping itu, Petitpain mengungkapkan penggunaan pemanis rendah kalori pada ibu hamil perlu lebih diwaspadai. Alasannya, belum ada data yang pasti mengenai keamanan pemanis rendah kalori pada ibu hamil.

Terkait penggunaan pemanis rendah kalori, Petitpain menyarankan agar tiap individu tidak hanya berfokus pada satu jenis pemanis rendah kalori saja. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari konsumsi yang terlalu banyak untuk satu jenis pemanis buatan.

"Sebagai contoh, bila soda diet Anda mengandung aspartam, pertimbangkan menggunakansukralosa di es teh Anda," jelas Petitpain mencontohkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement