REPUBLIKA.CO.ID, BALTIMORE — Studi baru menunjukkan bayi yang lahir dari wanita yang mengonsumsi acetaminophen di akhir kehamilan mungkin berisiko lebih tinggi terhadap ADHD dan gangguan spektrum autisme.
Menurut sebuah laporan di JAMA Psychiatry, setelah memeriksa sampel darah yang disimpan dari tali pusat bayi, para peneliti menentukan risiko ADHD dan autisme meningkat secara signifikan pada anak-anak yang darahnya memiliki produk turunan acetaminophen tingkat tinggi.
“Temuan kami menguatkan penelitian sebelumnya yang didasarkan pada laporan ibu tentang penggunaan acetaminophen dan mereka memerlukan penyelidikan tambahan,” ujar Dr. Xiaobin Wang, seperti yang dilansir dari Reuters.
Ia merupakan seorang profesor pediatri di Fakultas Kedokteran Johns Hopkins di Baltimore dan Direktur dari Center on Early Life Origins of Disease di John Hopkins Bloomberg School of Public Health. Studi ini memberikan bukti obyektif paparan janin terhadap acetaminophen di dalam rahim.
Penelitian sebelumnya menunjukkan acetaminophen dapat melewati plasenta. Karena metabolit atau produk turunan, dari obat tersebut tampaknya bertahan selama hampir dua hari. Para peneliti dapat memperoleh perkiraan penggunaan acetaminophen ibu pada jam-jam sebelum pengiriman.
Untuk mengetahui kemungkinan dampak paparan acetaminophen pada risiko bayi terkena gangguan perkembangan saraf tertentu, para peneliti beralih data dari Boston Birth Cohort. Basis data itu hanya mencakup kelahiran yang menghasilkan anak tunggal. Tidak termasuk bayi yang dikandung dengan bantuan IVF dan mereka yang lahir dengan cacat lahir utama.
Wang dan rekan-rekannya fokus pada 996 pasanagn ibu-bayi, yang memiliki darah tali pusat yang cukup dalam sampel untyuk analisis metabolit acetaminophen. Pada saat penelitian, usia rata-rata anak-anak adalah 9,8 tahun dengan 257 hanya didiagnosis dengan ADHD, 66 dengan gangguan spektrum autisme (ASD) saja, 42 dengan ADHD dan ASD, 304 dengan cacat perkembangan lainnya, serta 327 mengalami perkembangan yang tipikal.
Para peneliti mencatat semua sampel tali pusat mengandung beberapa acetaminophen yang terdeteksi. Ketika mereka membandingkan anak-anak dengan darah tali pusat yang mengandung metabolit acetaminophen tingkat tinggi dengan yang memiliki kadar terendah, mereka menemukan hubungan yang signifikan antara kadar metabolit acetaminophendan gangguan perkembangan saraf.
Mereka yang berada di tingkat tertinggi adalah 2,86 kali lebih mungkin daripada mereka yang paling rendah didiagnosisi dengan ADHD dan 3,62 kali lebih mungkin untuk memiliki diagnosis ASD.
Sebab, kadar metabolit diukur hanya sekitar waktu kelahiran, Wang menuturkan para peneliti tidak dapat mengatakan apa-apa tentang seberapa sering para ibu mengonsumsi obat atau pada titik mana selama kehamilan. “Penelitian kami membuka penyelidikan lebih lanjut,” katanya.
Wakil ketua eksekutif, layanan kebidanan di UPMC Magee-Womens Hospital di Pittsburgh Pennsylvania, Hyagriv Simhan tidak siap memberi tahu pasien hamilnya untuk berhenti menggunakan acetaminophen. Menurutnya, ada beberapa batasan untuk penelitian ini.
“Kadar metabolit acetaminophen dalam darah tali pusat hanya mencerminkan penggunaan acetaminophen di sekitar waktu persalinan dan tidak mencerminkan paparan acetaminophen pada titik-titik lain dalam kehamilan,” ujar Simhan.
“Juga meskipun penulis mencoba menjelaskan alasan mengapa acetaminophen digunakan, proses ini cukup terbatas dalam penelitian ini. Dengan demikian, ini membuat lebih sulit untuk memisahkan efek acetaminophen itu sendiri dari alasan yang mendasari penggunaan acetaminophen. Di luar itu dalam skema besar, efek yang dijelaskan dalam penelitian ini tidak besar,” katanya menambahkan.