REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Happy Salma tak cuma andal sebagai aktris dan sutradara film. Anggota keluarga kerajaan Ubud, Bali, itu juga punya kemampuan mendesain perhiasan.
Bersama seniman perhiasan Dewi Sri Luce Rusna, Happy mengembangkan bisnis perhiasan Tulola Jewelry. Jenama perhiasan mewah tersebut hadir mengusung konsep kreatif yang sudah ada sejak zaman nenek moyang bangsa Indonesia.
"Kami lahir dari konsep kreatif yang sudah diberikan oleh nenek moyang kita,” kata konseptor kreatif Tulola Jewelry, Happy Salma dalam pembukaan butik Tulola di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, akhir Oktober lalu.
Jika berbicara mengenai konsep kreatif, Happy menjelaskan, Tulola tidak sekadar lahir dari energi manusia. Tulola lahir dari konsep-konsep kekayaan dan ideologis Indonesia yang tertuang dalam sebuah perhiasan.
Happy meyakini tidak ada seseorang yang pernah membayangkan sebuah kalimat dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer diadaptasi menjadi sebuah perhiasan. Dialog antara Minke dan Annelies berhasil ditransformasi menjadi sebuah perhiasan yang unik oleh designer Tulola, Sri Luce Rusna.
Bahkan, Tulola mengadopsi font kata Tanah Air dari buku karya Douwes Dekker menjadi sebuah anting-anting. Giwang itu sempat viral setelah dikenakan Franka Franklin, istri Mendikbud Nadiem Makarim dalam acara pelantikan Kabinet Indonesia Maju beberapa waktu lalu.
“Itu sebenrnya konsep awalnya dari sebuah buku Tanah Air karya Douwes Dekker, di mana kekayaan Indonesia menjelang merdeka itu beragam, budaya, tradisi, kekayaan seni, sosial, politik ada saat itu,” ujar Happy.
Istri Kabinet Indonesia Maju berpose setelah pelantikan kabinet di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10).
Pemilik nama lengkap Jero Happy Salma Wanasari itu meyakini semua konsep ideologis, daya seni, dan cipta Indonesia bisa ditransformasi menjadi sebuah perhiasan. Hal itu yang menjadi daya cipta Tulola bahwa perhiasan bukan hanya dipakai atau sebuah identitas pribadi perempuan atau laki-laki, tetapi juga orang Indonesia.
“Kayaknya nggak akan ada matinya, karena karya sastra Indonesia banyak, dari lagu, tradisi, dan kebiasaan. Jadi desainnya, kita mencoba ingin terus maju,” kata perempuan berusia 39 tahun itu.