Jumat 18 Oct 2019 15:09 WIB

Ini Faktor Seseorang Melakukan Cross-Dressing

Pergaulan hingga pola asuh bisa menjadi faktor seseorang melakukan cross-dressing.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Nora Azizah
Pertunjukan teater yang menggunakan cross-dressing
Foto: Wikimedia
Pertunjukan teater yang menggunakan cross-dressing

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pelaku crossdressing tak bisa langsung disebut transgender. Namun, bagi mereka para transgender sudah pasti melakukan crossdressing.

Psikolog Ine Indriani, MPsi, Psi, mengatakan, faktor seseorang melakukan crossdressing beragam. Misalnya, ada yang melakukannya karena tuntutan profesionalisme.

Baca Juga

Untuk hal yang satu ini, kata Ine, crossdressing biasanya dilakukan para pekerja seni. Para seniman ini melakukannya demi memerankan tokoh atau karakter tertentu.

"Ini tidak ada masalah. Sama sekali tidak terkait dengan kelahiran," ujar Ine kepada republika.co.id, Jumat (18/10).

Crossdressing yang bermasalah adalah yang mengubah gendernya (transgender). Mereka melakukannya karena memang ingin bertransformasi dari laki-laki menjadi perempuan, atau sebaliknya.

Bila hal ini yang menjadi dasar crossdressing, maka pelaku mungkin saja terpengaruh pergaulan atau memiliki latar belakang lainnya di masa lalu. Selain itu, kesalahan pola asuh juga bisa menjadi faktor seseorang melakukan crossdressing.

"Peran yang tidak seimbang antara ayah dan ibu. Role modelnya dari gender yang seharusnya kurang atau bisa juga ada bawaan gen hormon yang mempengaruhi kondisi gender dirinya," tambah Ine.

Namun, ada pula crossdressing yang dilakukan untuk berniat jahat atau menyamar. Misalnya, seseorang ingin melakukan penipuan sehingga menuntutnya berpenampilan berbeda dari gendernya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement