REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan lebih dari dua miliar orang di dunia mengalami masalah penglihatan. Masalah penglihatan ini meliputi gangguan penglihatan hingga kebutaan.
Setidaknya sekitar satu miliar orang di dunia memiliki masalah penglihatan berupa rabun jauh, rabun dekat, glaukoma serta katarak. Sebagian dari masalah ini sebenarnya bisa dicegah dan sebagian lainnya tidak dapat diobati.
"Masalah mata dan gangguan penglihatan ini menyebar luas, dan sangat sering tidak diobati," ungkap Direktur Jendral WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dilansir WebMD.
Ada beberapa faktor yang mendasari tingginya masalah kesehatan mata di dunia ini. Faktor-faktor ini meliputi usia, perubahan gaya hidup dan akses terhadap layanan kesehatan mata yang terbatas. Keterbatasan layanan kesehatan mata ini umumnya ditemukan di negara-negara dengan pendapatan rendah atau menengah.
Keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan mata mendapatkan sorotan tersendiri dari WHO. Ghebreyesus menyesalkan bahwa ada sekitar 65 juta orang di dunia yang mengalami kebutaan atau gangguan penglihatan akibat katarak yang sebenarnya bisa diperbaiki dalam satu malam melalui operasi.
Selain itu, Ghebreyesus juga menyebutkan ada sekitar 800 juta orang yang kesulitan untuk menjalani kegiatan sehari-hari karena tidak mendapatkan akses terhadap kacamata. Ghebreyesus menegaskan bahwa orang-orang yang membutuhkan intervensi untuk memperbaiki masalah kesehatan mata mereka tidak seharusnya dibenturkan dengan masalah finansial.
"Memasukkan layanan kesehatan mata dalam rencana kesehatan nasional merupakan bagian penting dari tiap negara untuk menuju universal health coverage," jelas Ghebreyesus.
Masalah mata dan gangguan penglihatan cenderung lebih banyak di temukan pada populasi di area-area terpencil, pada kelompok berpenghasilan rendah, perempuan, orang tua, orang dengan disabilitas serta etnis minoritas.
"Jutaan orang memiliki gangguan penglihatan berat dan tidak dapat berpartisipasi di tengah masyarakat secara optimal karena mereka tidak memiliki akses terhadap layanan rehabilitasi," terang ketua koordinator pencegahan kebutaan dan ketulian WHO Alracos Cieza.