REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Sindrom Lorong Karpal atau Carpal Tunnel Syndrome (CTS) mungkin tak banyak didengar oleh masyakarat awam. Meski begitu, sekitar 1-5 persen populasi masyarakat mengalami CTS.
CTS merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi area tangan. Penderita CTS biasanya akan mengalami keluhan seperti nyeri, kesemutan, terbakar, dan bahkan kebas pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan setengah jari manis. Hanya jari kelingking yang tidak terpengaruh oleh kondisi ini.
CTS umumnya ditemukan pada kelompok usia di atas 30 tahun. Selain itu, CTS juga lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Kondisi CTS umumnya terjadi secara bertahap dengan kemuncula gejala yang berselang pada mulanya. Gejala CST juga seringkali muncul di malam hari karena banyak orang yang tidur dengan posisi tangan ditekuk.
Bila dibiarkan tanpa diobati, kondisi CTS dapat terus berkembang dengan gejala yang menjadi lebih sering dan persisten. Dalam kasus yang berat atau lanjut, otot pada bagian dasar ibu jari akan berkurang atau menghilang. Kondisi ini akan membuat kekuatan ataupun kemampuan genggaman tangan penderita CTS menurun.
"(CTS) disebabkan oleh tekanan pada saraf besar di tangan yang bernama median nerve atau saraf median di dekat pergelangan tangan," jelas konsultan ortopedi dari SL Raheja Hospital Dr Siddharth M Shah, seperti dilansir Indian Express.
CTS juga bisa disebabkan oleh pergerakan berulang pada tangan dan pergelangan tangan. Misalnya pergerakan saat menggunakan mouse komputer ataupun keyboard.
CTS juga dapat disebabkan oleh penggunaan alat yang bergetar secara terus-menerus maupun oleh posisi pergelangan tangan yang tidak baik salam waktu lama.
"Faktor keturunan, patah tulang pergelangan tangan, alkoholisme, dan obesitas. Kondisi seperti rheumatoid arthritis, hipotiroidisme, diabetes, dan kehamilan juga dapat menyebabkan CTS," terang Shah.
Diagnosis CTS bisa ditegakkan melalui beberapa jenis pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut meliputi tes elektropsikologikal, hingga pemeriksaan sinar X dan MRI.
Terapi CTS akan sangat bergantung pada derajat keparahan kondisinya. Pada stadium awal, penggunaan brace pergelangan tangan, penyesuaian posisi ergonomis, serta modifikasi aktivitas dan pemberian obat antiinflamasi bisa dilakukan. Pengobatan di stadium awal dapat membantu memperlambat atupun menghentikan perburukan kondisi CTS.
Bila pengobatan konservatif tidak berhasil pada CTS berat atau lanjut, operasi dapat menjadi opsi. Operasi dilakukan untuk mengurangi tekanan pada saraf median. Namun bila kerusakan saraf tak bisa diperbaiki, pemulihan saraf mungkin tidak dapat terjadi bahkan setelah operasi.
Penanganan CTS perlu dilakukan karena gejala CTS bisa muncul semakin sering dan menetap bila kondisi ini diabaikan. Gejala CTS yang semakin berat tentu dapat menghambat aktivitas sehari-hari baik saat di rumah maupun di tempat kerja. Gejala yang muncul di malam hari juga dapat mengganggu kualitas tidur.
Meski umum ditemukan pada kelompok usia di atas 30 tahun, kasus CTS pada kelompok usia yang lebih muda juga semakin banyak ditemukan. Salah satu faktor penyebabnya adalah penggunaan laptop hingga gawai seperti ponsel pintar yang berlebih.
"Gerakan tapping, scrolling dan swiping berlebih saat menggunakan ponsel pintar Anda dapat meningkatkan risiko masalah pasa tangan atau pergelangan tangan," jelas Shah.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan maupun dihindari demi menurunkan risiko CTS pada pengguna gawai dan komputer ataupun laptop. Bila menggunakan keyboard saat kerja, pastikan posisi pergelangan tangan tisak terlalu menekuk ke arah manapun.
Saat melakukan gerakan berulang pada tangan maupun pergelangan tangan, pastikan memberi sedikit waktu jeda bagi tangan maupun pergelangan tangan. Bila menggunakan ponsel pintar, pastikan posisi pergelangan rangan lurus dan genggam ponsel pintar dengan kedua tangan. Selain itu, hindari penghunaan ponsel pintar terlalu lama dalam satu waktu. Batas penggunaan ponsel pintar sebaiknya tidak melebihi 15-20 menit dalam satu waktu.