Selasa 06 Jun 2017 08:37 WIB

Ketergantungan Ponsel Bunuh Rasa Empati

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Indira Rezkisari
Berkutat dengan gadget memang menyenangkan, namun waspadai risikonya.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Berkutat dengan gadget memang menyenangkan, namun waspadai risikonya.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Ketergantungan pada ponsel bisa membunuh rasa empati pada diri manusia. Kecanduan gawai juga merusak budaya, keluarga, dan kesehatan mental, menurut Profesor Sains dan Teknologi di Massachusetts Institute of Technology, Sherry Turkle.

Seseorang yang selalu bergantung pada teknologi menyebabkan kurangnya rasa empati dan lebih mudah depresi. Profesor yang telah memelajari hubungan antara manusia dan teknologi selama 30 tahun ini mengatakan dia menemukan orang zaman sekarang bahkan menghindari percakapan tatap muka dan lebih memilih berkomunikasi dalam jaringan (daring).

"Kata-kata yang sering muncul adalah, "Saya lebih suka chatting daripada ngobrol." Kebiasaan menghindari interaksi tatap muka ini kemudian mengurangi kemampuan seseorang berempati terhadap orang lain," kata Turkle, dilansir dari The National, Selasa (6/6).

Turkle mengatakan dia tidak antiteknologi, namun statistik menunjukkan 89 persen orang Amerika mengakui mereka lebih banyak menggunakan ponsel untuk bersosialisasi dengan orang lain. Seseorang harus berani menyimpan ponselnya atau mematikan sementara saat sedang berbicara dengan orang lain.

"Berbicara hal-hal sepele dan ringan secara langsung dapat membangkitkan setetes rasa empati dalam diri," katanya.

Anak-anak dan remaja paling rentan terhadap penggunaan ponsel untuk mengakses media sosial. Mereka yang kecanduan biasanya akan takut kehilangan ponselnya, iri pada kehidupan orang lain yang ditampilkan di media sosial, takut menemukan ada teks percakapan yang lupa diedit, bahkan depresi meningkat.

Sekelompok peneliti melakukan studi untuk menunjukkan ketergantungan ekstrem pada dunia daring. Mereka mengambil sampel sejumlah mahasiswa yang diminta duduk di sebuah ruangan tanpa akses telepon, ponsel, dan buku. Di samping mereka ditaruh sebuah alat kejut listrik. Hasilnya, peserta rata-rata butuh waktu enam menit sebelum menguji alat kejut listrik itu ke tubuhnya sendiri.

"Kita kehilangan kemampuan untuk merasakan nyaman saat sendiri. Jika Anda tak bisa nyaman dengan diri sendiri, maka Anda tidak dapat berempati," kata Turkle.

Kurangnya rasa empati pada anak bisa menyebabkan cyber bullying. Keluarga adalah pihak pertama yang bertanggung jawab untuk menciptakan suasana komunikatif di rumah. Ada ruang dan waktu khusus di mana perangkat gawai tidak boleh digunakan.

Cara lainnya dengan pendidikan konsumen. Seseorang sebaiknya berbicara dengan diri sendiri dan orang lain setidaknya tujuh menit penuh sebelum menggunakan perangkat teknologi.

"Biarkan percakapan itu mengalir. Jika ada keheningan, biarkan saja. Saat kita diam, berjuang, atau terjatuh, maka saat itulah kita menjadi diri sendiri," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement