Senin 19 Aug 2019 05:49 WIB

Dokter Hewan dan Pekerja Kebun Binatang Lebih Sering Depresi

Banyak dokter hewan dan relawan hewan mengaku bekerja atas panggilan hati.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Dokter hewan melakukan pemeriksaan kesehatan seekor Lutung Jawa (Trachypitecus auratus) di Javan Langur Centre, Coban Talun, Batu, Jawa Timur, Kamis (8/8/2019).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Dokter hewan melakukan pemeriksaan kesehatan seekor Lutung Jawa (Trachypitecus auratus) di Javan Langur Centre, Coban Talun, Batu, Jawa Timur, Kamis (8/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi dari Journal of American Veterinary Medical Association menemukan bahwa dokter hewan dan orang-orang yang bekerja di kebun binatang cenderung menghadapi stres yang dapat menyebabkan risiko kecemasan, depresi, dan bunuh diri yang lebih besar. Namun, banyak dari mereka yang mengaku bahwa ia bekerja atas panggilan hati.

Sebuah studi dipresentasikan pada konvensi tahunan American Psychological Association ini menyebut bahwa dokter hewan berisiko tinggi meninggal karena bunuh diri. Ditemukan bahwa dari tahun 1979 hingga 2015, dokter hewan yang meninggal karena bunuh diri sebanyak 2 hingga 3,5 persen lebih sering daripada populasi umum AS.

Baca Juga

"Lebih banyak penelitian sedang dilakukan untuk membantu memahami mengapa dokter hewan mungkin berisiko lebih tinggi, tetapi kombinasi dari sifat-sifat kepribadian, tuntutan profesional dan lingkungan belajar kedokteran hewan semua kemungkinan berkontribusi,” kata Katherine Goldberg, seorang spesialis konsultasi masyarakat dan intervensi di Cornell Health dan pendiri Whole Animal Veterinary Geriatrics dan Paliative Care Services, dilansir Health24, Senin (19/8).

Studi itu juga mencatat bahwa faktor keuangan juga merupakan masalah bagi dokter hewan, karena dilaporkan bahwa lulusan sekolah kedokteran hewan dapat menghadapi lebih dari 143.000 dollar AS utang pinjaman sekolah. Menurut Goldberg, masalah keuangan pribadi bisa membuat stres bagi banyak dokter hewan, terutama ketika baru lulus.

Dalam upaya untuk memahami apa yang bisa menjadi penyebab kesehatan mental yang buruk di antara dokter hewan, sebuah studi multi-pusat melihat tingkat pengalaman masa kanak-kanak yang merugikan (istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis pelecehan, pengabaian dan pengalaman traumatis lainnya). Namun peneliti tidak menemukan keterkaitan akan itu.

Goldberg mengatakan, mereka yang mengalami masalah kesehatan mental mungkin menunjukkan beberapa gejala. Seperti peningkatan kesalahan medis, ketidakhadiran, keluhan klien, menghabiskan terlalu sedikit atau terlalu banyak waktu di tempat kerja, obat yang hilang atau bantalan resep yang hilang.

“Saya percaya perlu ada perubahan paradigma dalam pelatihan dokter hewan untuk mempersiapkan dokter hewan dengan lebih baik untuk aspek-aspek terkait hewan dari pekerjaan mereka serta elemen manusia,” kata Goldberg.

Peneliti juga mengamati para karyawan dan sukarelawan di tempat penampungan atau penyelamatan hewan serta kesejahteraan hewan dan hak-hak hewan juga berisiko mengalami kelelahan dan tekanan psikologis. Hal itu diduga karena faktagen kesejahteraan hewan terpapar pada pelecehan hewan, penindasan dan penelantaran dan eutanasia rutin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement