Kamis 25 Jul 2019 07:00 WIB

Diagnosis Bipolar Ditegakkan Setelah Episode Manik Pertama

Banyak pengidap bipolar yang tak dapat perawatan setelah alami episode manik pertama.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Bipolar. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Bipolar. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan ada sekitar 60 juta orang yang menderita gangguan bipolar di dunia. Diagnosis gangguan bipolar bisa ditegakkan bila seseorang pernah mengalami episode manik setidaknya satu kali.

Ironisnya, cukup banyak pengidap gangguan bipolar yang tak mendapatkan perawatan awal setelah mengalami episode manik pertama. Fakta ini diungkapkan dalam sebuah artikel "Personal View" yang dimuat pada jurnal The Lancet Psychiatry.

Artikel tersebut mengungkapkan bahwa banyak penderita gangguan bipolar yang tak mendapatkan penegakkan diagnosis meski sudah mengalami gejala awal. Selain itu, banyak dari penderita gangguan bipolar yang juga tidak menerima perawatan tepat setelah mengalami episode manik.

Tim peneliti yang terdiri dari para ahli mengungkapkan bahwa sektiar setengah dari penderita bipolar sudah mengalami gejala-gejala gangguan bipolar sebelum berusia 21 tahun. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa perlu waktu hampir enam tahun sejak gejala pertama muncul untuk penderita gangguan bipolar memeriksan diri ke dokter.

Oleh karena itu, para ahli mengungkapkan bahwa banyak penderita gangguan bipolar yang tak menerima terapi tepat setelah mengalami episode manik pertama. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan untuk menangani episode manik pertama cenderung kurang optimal.

Kecenderungan ini tentu perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. Alasannya, gangguan bipolar dapat memberikan efek yang serius bagi kesehatan anak muda, keluarga penderita hingga masyarakat secara umum.

"Dengan mengidentifikasi orang-orang yang telah mengalami episode awal dan menawarkan merkea terapi yang tepat sejak dini, kita dapat membantu mereka untuk melanjutkan hidup dan mencegah kekambuhan," terang salah satu penulis artikel sekaligus psikiater Sameer Jauhar PhD, seperti dilansir Medical News Today.

Sebagai psikiater, Jauhar sering kali melihat bagaimana penanganan dini yang tepat memberi pengaruh besar bagi kehidupan pengidap gangguan bipolar. Ketika gangguan bipolar terdiagnosis sejak dini dan langsung mendapatkan perawatan tepat, risiko kekambuhan atau kemunculan episode dapat dihindari.

"Sedangkan orang-orang yang tidak mendapatkan penanganan baik akibat sistem bisa tak menunjukkan kemajuan selama bertahun-tahun," kata Jauhar.

Melalui artikel ini, para ahli juga menganalisis data-data terkait prevalensi dan beban kesehatan yang ditimbulkan oleh gangguan bipolar. Beberapa data lain seperti bagaimana progresivitas gangguan bipolar, perlakuan penyedia layanan kesehatan dalam merawat gangguan bipolar, hingga rekomendasi internasional juga turut dianalisis.

Dari analisis ini, tim peneliti menemukan bahwa penderita gangguan bipolar memiliki risiko 50 kali lipat lebih besar untuk menyakiti diri sendiri atau self harm dibandingkan orang-orang tanpa gangguan bipolar. Penderita gangguan bipolar juga berisiko 12 kali lebih besar untuk melakukan bunuh diri.

Gangguan bipolar itu sendiri merupakan masalah kesehatan mental yang dapat membuat penderitanya mengalami perbuahan suasana hati yang drastis. Suasana hati ini terbagi dua yaitu episode manik dan episode depresi.

Penderita gangguan bipolar yang mengalami episode depresi akan merasakan suasana hati yang sangat buruk atau negatif. Sebaliknya, saat mengalami episode manik, mereka akan merasa sangat positif dan yakin dapat melakukan apapun. Karena itu, episode manik kerap membuat penderita gangguan bipolar melakukan perilaku yang berisiko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement