Rabu 24 Jul 2019 15:54 WIB

Begini Seharusnya Orang Tua Sikapi Kegagalan Anak

Cukupkah menenangkan anak ketika ia gagal?

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Ayah dan anak
Foto: corbis
Ayah dan anak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang tua menganggap bahwa kegagalan yang dialami oleh anak merupakan bagian dari pelajaran hidup. Hal ini membuat sebagian mereka tidak memberikan reaksi apa-apa ketika anak-anak mengalami kegagalan. Benarkah sikap seperti ini?

"Ketika anak gagal, pikirkan dua tujuan," ungkap profesor di bidang psikologi dan psikiatri anak dari Yale University Alan Kazdin, seperti dilansir Time.

Salah satu tujuan yang perlu dipikirkan orang tua adalah menenangkan dan memberi penghiburan bagi anak. Dalam hal ini, orang tua perlu menyampaikan seberapa besar perhatian sekaligus menunjukkan bahwa mereka bisa menjadi tempat bagi anak-anak untuk bersandar setelah melakukan kegagalan.

Itu sudah Anda lakukan? Banyak orang tua yang hanya berhenti sampai di sini saja, semata menenangkan anak.

Padahal, ada tujuan kedua yang perlu dipikirkan ayah dan ibu ketika anak gagal. Tujuan kedua tersebut adalah membangun kegigihan dan ketekunan anak setelah mengalami kegagalan agar bisa meraih kesuksesan di masa mendatang.

"Kegigihan merupakan sesuatu yang mendorong aksi seperti menyelesaikan tugas, melawan frustrasi, meluangkan waktu dan usaha, atau mencari pendekatan kreatif untuk menyrlesaikan masalah yang menantang," jelas Kazdin.

Dengan membimbing anak untuk tetap gigih dan tekun setelah mengalaki kegagalan, anak akan mampu untuk terus bangkit dan mencoba meski mengalami kegagalan. Berdasarkan penelitian, sikap seperti ini membuat anak lebih mungkin untuk sukses dalam sekolah, karier, dan hubungan personal.

Ada tiga strategi yang bisa dilakukan orang tua untuk membentuk dan melatih kegigihan pada anak. Yang pertama adalah memberi contoh nyata seperti apa bentuk kegigihan tersebut kepada anak. Seperti diketahui, anak-anak sangat sensitif terhadap perilaku dan sikap dari pengasuhnya.

Sebagai contoh, ketika orang tua menemui kesulitan dalam suatu hal, oran tua bisa terus berusaha dan melakukan hal tersebut hibgga tuntas. Pola seperti ini perlu dilakukan secara berkelanjutan agar kegigihan bisa tertanam di dalam benak anak.

Orang tua bisa dengan sengaja menarasikan kesulitan yang ia alami kepada anak. Setelah itu menarasikan kembali tekad orang tua untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan cara berbeda.

"Hmm, ini tidak berhasil. Akan saya coba cara yang lain," kata Kazdin mencontohkan.

Ketika anak sudah menunjukkan persistensi atau kegigihan saat gagal melakukan sesuatu, strategi selanjutnya adalah memberikan pujian saat itu juga. Pujian tak hanya dapat diberikan ketika anak tampak berusaha sangat besar, namun juga ketika anak melakukan usaha lebih sekecil apapun.

Memberikan pujian dengan cepat dan jelas dapat meningkatkan usaha anak untuk melakukan sesuatu. Hal ini akan membuat anak terbiasa untuk berusaha dengan gigih ketika menghadapi situasi atau aktivitas yang menantang.

Sebaliknya, bila anak tampak menyerah ketika melakukan sesuatu yang sulit, orang tua tidak perlu menunggu. Ayah dan ibu dapat membuka kesempatan bagi anak untuk menjadi lebih gigih dengan mengombinasikan metode memberi contoh atau modelling dan metode memberikan pujian.

Orang tua bisa mengajak anak melakukan permainan yang cukup menantang atau mengajak mereka untuk melakukan suatu pekerjaan rumah bersama-sama. Pasang satu tujuan yang kecil maupun besar untuk dicapai.

Biarkan anak melakukan suatu aktivitas lebih banyak secara berkala sambil tetap memberi pendampingan padanya. Aktivitas yang dilakukan tentu harus menyenangkan bagi anak atau setidaknya kegiatan itu bebas dari teguran dan koreksi tajam.

Sebagian anak mungkin memang secara alami sudah memiliki sifat yang lebih gigih dibanding anak lainnya. Namun, sebagian anak lain memerlukan latihan dan bimbingan agar bisa memiliki sifat tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement