Selasa 11 Jun 2019 12:06 WIB

Cerita dalam Sepotong Steak

Tiap potongan daging steak memiliki karakter khas.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Yudha Manggala P Putra
Cerita dalam Sepotong Steak
Foto: Republika/Dwina Agustin
Cerita dalam Sepotong Steak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi penggemar kuliner olahan daging, steak boleh jadi menu wajib. Saat ini kita menemukan beragam menu steak, mulai dari sajian mewah khas hotel bintang lima hingga menu murah meriah dengan banderol sangat terjangkau.

Dalam pengolahannya, memasak menu steak terbilang cukup mudah dan tidak membutuhkan bumbu begitu banyak. Biasanya, untuk membuat satu hidangan daging hanya dibutuhkan garam dan lada yang ditaburkan di atasnya. Bumbu yang sederhana ini yang membuat pemilihan daging yang tepat sangat penting untuk steak. Dengan daging yang sesuai akan memberikan pengaruh rasa dan teksturnya yang ingin dinikmati oleh lidah.

Pengamat kuliner Kevindra Soemantri mengatakan, setiap potongan daging sapi yang menjadi bahan utama steak ini memiliki karakter yang khas. Dengan mengetahui perbedaannya, rasa dan tekstur yang ingin didapatkan akan pas sesuai dengan selera.

Untuk membuat steak, potongan daging yang dapat digunakan adalah rib eye, T-bone, sirloin, dan tenderloin. Setiap potongan memberikan kekhasan masing-masing, mulai dari lemak hingga tekstur yang diberikan. Untuk potongan rib eye berasal dari bagian sekitar tulang iga dan tulang rusuk, sehingga memberikan daging yang lembut, berlemak, serta aroma masakan yang wangi.

Biasanya, daging ini seperti memiliki mata di bagian dagingnya. Makanya disebut rib eye. "Ini sangat enak karena memang dekat dengan iga," ujar Kevin. Sedangkan untuk bagian T-bone merupakan bagian paling lengkap dan istimewa dari potongan daging untuk steak.

Hal ini karena potongan memiliki bagian lapisan lemak, daging yang lembut, dan masih terdapat tulang yang menempel. Terdapat bagian tenderloin dan di sisi lainnya adalah pinggang atas. Untuk potongan sirloin atau dikenal juga has luar, ini adalah yang paling sering dipesan masyarakat Indonesia.

Alasannya, daging ini memiliki lemak yang begitu juicy dengan daging yang tetap lembut dan halus. Penamaan sirloin pun menurut legenda karena menjadi salah satu favorit raja Inggris di masa lalu dan sampai disebut Sir-Loin, ujar sosok dari acara ajang pencarian bakat memasak di stasiun televisi itu.

Potongan tenderloin atau has dalam merupakan bagian yang paling utama karena hanya bagian kecil daging yang dipotong dari seekor sapi. Letaknya di tengah sekitar bagian tulang belakang dan kurang lebih di antara bahu dan tulang panggul.

Bagian ini yang membuat tenderloin sangat empuk karena otot-ototnya jarang digunakan untuk beraktivitas oleh sapi. Daging bagian ini pun memiliki lemak yang paling rendah. Setiap perbedaan potongan daging ini pun memengaruhi lama dari proses memasak. Waktu memasak tidak bisa ditentukan secara pasti, tergantung dengan ketebalan dari daging yang digunakan, namun yang perlu diperhatikan adalah tingkat kematangannya.

Kematangan steak terbagi menjadi rare, medium rare, medium, medium well, dan well done. Ketika daging masih berwarna merah tua hampir di seluruh bagian, ini disebut rare, sedangkan ketika merah tua berada di tengah bagian merupakan tingkat medium well.

Untuk medium, daging berwarna merah muda di bagian tengah dan untuk medium well, bagian tengah daging sudah berwarna kecokelatan sedikit merah muda. Well done yaitu ketika daging benar-benar matang dengan warna cokelat tanpa adanya warna kemerahan.

Untuk menggambarkan paling mudah tingkat keempukan yang didapatkan, penulis buku Top Tables: A Food Traveler's Companion edisi Jakarta mencontohkan dengan melihat dan menekan bagian bawah jempol tangan. Untuk rare, ketika jari tidak menyentuh jari lain, maka bagian bawah jempol tidak ada tekanan dan terasa empuk.

Sedangkan, medium rare saat jempol bertemu dengan jari telunjuk, medium ketika jempol bertemu jari tengah, medium well saat jari jempol bertemu dengan jari manis, dan well done ketika jempol bertemu kelingking yang menghasilkan bagian bawah jempol yang paling keras.

"Kalau preferensi pribadi sih aku lebih baik medium, ini tingkat kematangan yang bisa merasakan tekstur dagingnya," ujar dia.

sumber : Pusat Data Republika/Endah Hapsari
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement