Senin 13 May 2019 15:11 WIB

Kelelahan tak Langsung Buat Kematian Mendadak

Perlu ada penelitian menyeluruh untuk mengetahui kematian ratusan petugas pemilu.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Warga mengangkat jenazah seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu serentak 2019 yang meninggal dunia usai mendapatkan perawatan di rumah sakit untuk dimakamkan di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (23/4).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Warga mengangkat jenazah seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu serentak 2019 yang meninggal dunia usai mendapatkan perawatan di rumah sakit untuk dimakamkan di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (23/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengadakan diskusi dengan mengundang sejumlah ahli guna membahas kematian ratusan petugas pemilu dalam pemilu serentak 2019. Sejumlah ahli sepakat bahwa kelelahan tak langsung menyebabkan kematian mendadak.

Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia, Profesor Zubairi Djoerban menyebut ada beberapa jenis sudden death atau kematian mendadak. Misalnya kecelakaan, bunuh diri, strok atau penyakit jantung.

Baca Juga

"Pencetus kematian mendadak ialah kelelahan, dehidrasi, stres," katanya dalam diskusi publik berjudul 'Membedah Persoalan Kematian Mendadak Petugas Pemilu dari Perspektif Keilmuan' di kantor PB IDI pada Senin, (13/5).

Dari hasil penelusurannya, kematian mendadak pada atlet menjadi salah satu yang sering diteliti. Sebab, atlet digolongkan sebagai segmen masyarakat sehat. Sehingga saat atlet mengalami kematian mendadak membuat peneliti penasaran.

"Ternyata atlet juga bisa kena sudden death. Dari 2004-2008, 273 atlet meninggal dunia di Amerika," sebutnya.

Khusus untuk kematian petugas pemilu, menurutnya perlu diteliti secara menyeluruh. Sebab ia meragukan penyebab kematian dikarenakan kelelahan saja.

"Kelelahan sebabkan kematian mendadak kalau jam kerja banyak dan ditambah pola hidup tidak sehat. Penyebab bisa serangan jantung dan strok. Ini perlu otopsi, toksikologi," ujarnya.

Zubairi menyarankan perlu dilibatkan unsur medis secara lebih komprehensif untuk pemilu ke depan. Sebab, kerja petugas pemilu ternyata banyak dikeluhkan.

"Demi pemilu yang lebih baik IDI punya instrumennya, periksa saja fisik dan tes kejiwaan," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Persatuan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), Anwar Santoso menyebut kematian mendadak karena penyakit kardiovaskuler 85 persen terjadi di rumah. Penyebabnya banyak faktor, seperti abnormalitas arteri koroner. Soal kematian mendadak petugas pemilu, kata dia tak bisa langsung disimpulkan hanya karena kelelahan.

"Ada penelitian di Inggris tahun 1992, kesimpulannya tidak ada hubungan antara kelelahan dan kematian karena penyakit jantung saat itu," bebernya.

Ia menilai ada gangguan kesehatan yang sebelumnya sudah diderita petugas pemilu yang wafat. Ditambah lagi dengan tekanan mental saat menjalankan tugas menyebabkan beban kerja jantung meningkat.

"Tekanan berat dengan punya bawaan penyakit jantung koroner akhirnya bisa meninggal. Kelelahan bukan faktor tunggal. Ada rasa emosi, stress. Apa petugas pemilu kerja dalam kondisi seperti itu?" tanya dia.

Dari data hingga akhir pekan lalu, sekitar 550 petugas penyelenggara pemilu meninggal dunia selama Pemilu 2019. Mereka terdiri atas anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panwaslu dan Polri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement