Rabu 01 May 2019 11:48 WIB

Stres Ketika Ujian Sebabkan Kebiasaan Buruk Makan Junk Food

Mengurangi junk food sulit dilakukan saat dilanda tekanan karena ujian

Rep: Farah Noersativa/ Red: Christiyaningsih
Junk Food  (ilustrasi)
Foto: AP/Paul Vernon
Junk Food (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pergi untuk menikmati makanan cepat saji (junk  food) karena mengalami stres ujian universitas dialami oleh banyak siswa. Mengurangi makan makanan cepat saji menjadi hal yang sulit dilakukan saat mereka dilanda tekanan karena ujian.

Dilansir Times Now News, penelitian baru-baru ini mengungkap peningkatan stres selama ujian universitas memiliki kaitan dengan konsumsi makanan berkualitas lebih buruk. Stres karena ujian juga menyebabkan mahasiswa lebih sedikit buah dan sayuran namun lebih banyak menyantap makanan cepat saji.

Baca Juga

"Stres telah lama terlibat dalam pola makan yang buruk. Orang-orang cenderung melaporkan makan berlebihan dan makan makanan tinggi lemak, gula, dan kalori pada saat stres. Temuan kami melihat kebiasaan makan siswa selama periode ujian mengonfirmasi ini disebabkan oleh stres," kata pemimpin studi Nathalie Michels dari Ghent University di Belgia.

Menurut para peneliti, diet sehat diperlukan untuk kinerja akademik dan mental yang optimal. Akan tetapi temuan mereka menunjukkan siswa memiliki kesulitan makan sehat dan mendapati diri mereka mengadopsi kebiasaan makan yang buruk.

“Kebiasaan makan buruk itu selama beberapa pekan dapat sangat memengaruhi kesehatan Anda secara keseluruhan dan sulit untuk berubah," tegas Michels. Hasil studi ini sudah dipublikasikan dalam European Congress on Obesity di Glasgow.

Sebagai bagian dari penelitian, para peneliti menyelidiki hubungan antara stres ujian dan perubahan kualitas makanan. Mereka juga menyelidiki apakah hubungan ini dimodifikasi oleh faktor-faktor psikososial. Di antaranya seperti perilaku makan secara emosional, motif pilihan makanan, preferensi rasa, preferensi rasa, sensitivitas hukuman, impulsif, strategi koping, perilaku menetap, dan dukungan sosial.

Selama periode ujian sebulan penuh, para peserta merasa lebih sulit untuk tetap pada diet sehat. Hanya seperempat dari mereka memenuhi standar WHO yang merekomendasikan 400 gram buah dan sayuran sehari. Terlebih lagi, siswa yang melaporkan tingkat stres yang lebih tinggi cenderung lebih sering ngemil.

Temuan menunjukkan beberapa jenis atau tipe pemakan peka terhadap ganjaran dan risiko. Mereka yang sangat banyak duduk dan dengan tingkat stres yang lebih tinggi berada pada risiko terbesar untuk memilih makanan yang tidak sehat selama masa stres ini.

Menurut para peneliti, untuk melawan makan yang disebabkan oleh stres strategi pencegahan harus mengintegrasikan aspek psikologis dan gaya hidup termasuk manajemen stres. Misalnya, dengan pelatihan regulasi emosi, mindfulness, yoga, serta pendidikan gizi dengan teknik efektivitas diri. Dibutuhkan juga kesadaran makan tanpa mengurangi risiko jantung dan menciptakan lingkungan yang merangsang diet sehat dan aktivitas fisik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement