Senin 15 Apr 2019 13:02 WIB

Menyibak Asal Muasal Kampung Sejarah Kayutangan

Sensasi Jl Malioboro di Yogyakarta akan dimunculkan dari area PLN Kajoetangan.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Kawasan bersejarah Kayutangan, Kota Malang.
Foto:

photo
Kawasan bersejarah Kayutangan, Kota Malang.

Revitalisasi Kayutangan sendiri baru terjadi pada masa awal 1880-an. Sebelumnya, Belanda sudah membuka perkampungan khusus orang Eropa di sebelah selatan Sungai Brantas. Mereka membangun benteng di sekitar Celaket yang kini didirikan RSUD Saiful Anwar.

Setelah 60 tahun memasuki Malang, Belanda akhirnya berani bermukim di luar lingkungan benteng, wilayah Celaket. "Hal ini terjadi sekitar 1820-an. Dan kalau pun mereka bangun pemukiman, itu pasti tidak jauh dari benteng karena demi mendapatkan pengamanan," tegasnya.

Dwi mencontohkan, Belanda pernah membangun pemukiman di sebelah utara benteng yang sekarang dikenal Klojen Lor. Kemudian membangun kembali di sebelah selatan Brantas. Wilayah tersebut berada di sekitar Talun, Tongan (kini kampung Arab) dan Sawahan. 

Demi mengamankan pemukiman Eropa di selatan, mereka mendirikan sebuah akses untuk menyambung wilayah tersebut dengan sisi utara. Mereka menciptakan jalan yang menembus hutan Kayutangan. Akses ini semula hanya jalan kecil antar kampung yang kemudian diperbesar lagi. 

"Jadi tersambung  antara Celaket dan Kayutangan walau belum besar," tambah dia.

Koridor Kayutangan mulai menguat setelah dibangunnya Alun-alun Kotak Malang sekitar 1822. Pasalnya, lokasi koridor ini memang sangat tepat untuk menuju ke arah alun-alun. Oleh sebab itu, Kayutangan pun berubah status menjadi koridor utama, bahkan melebihi Celaket.

Sejak itu, Kayutangan bukan hanya koridor utama tapi lokasi bisnis. Hal ini terbukti dengan banyaknya kantor, pertokoan besar dan restoran yang menyambung sepanjang Kayutangan utara sampai selatan. Bahkan, koridor ini pernah dilintasi trem sehingga menjadi jalan utama.

Dari waktu ke waktu, Kayutangan sukses menjadi koridor vital di Malang. Padahal, sebelumnya hanya areal hutan yang struktur tanahnya tidak memungkinkan. "Koridor yang bentangan utara ke selatan, jalannya turun karena ada kali Brantas. Di barat juga tanahnya menurun karena ada Kali Sukun. Jadi lokasinya berada di tengah-tengah punggungan tanah," tambah dia.

Secara keseluruhan, Dwi meyakini, Kayutangan telah menyumbang banyak peristiwa penting di Malang. Lokasi ini pernah menjadi pusat perniagaan yang kelasnya bukan eceran. Oleh sebab itu, dia menyimpulkan, perekonomian di Malang telah dikendalikan Kayutangan.

Karena nilai-nilai ini, Dwi mengaku, saat mendukung segala upaya pelestarian koridor Kayutangan. Bukan hanya bangunan, tapi kawasan serta lingkungannya secara keseluruhan. Hal ini termasuk melestarikan kontruksi jalan trotoar dan lampu penerangannya.

Sebelumnya, Wali Kota Malang Sutiaji berencana mengembalikan fungsi kawasan Kajoetangan di sepanjang Jalan Baseoki Rahmat, Kota Malang. Sensasi Jalan Malioboro di Yogyakarta akan dimunculkan dari area PLN Kajoetangan hingga Alun-alun Kota Malang.

"Nanti jalan masuknya dari PLN Kajoetangan lalu terhubung ke Alun-alun bunderan. Kita rombak sehingga nanti seperti Jalan Braga di Bandung dan Malioboro di Yogyakarta," ujar Sutiaji di Ijen Suites Hotel Kota Malang.

Menurut Sutiaji, konsep demikian tak lepas dari target pemerintah untuk memajukan pariwisata Kota Malang. Terlebih lagi, pihaknya menginginkan nuansa Malang Tempo Doeloe sebagai ciri khas kota yang kaya akan jejak sejarahnya. Tak hanya di Kajoetangan, peningkatan di kawasan Ijen dan Kampung Arema juga akan semakin diberdayakan ke depannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement