Kamis 28 Mar 2019 20:00 WIB

Pemerintah Didesak Atasi Tingginya Prevalensi Perokok

Pemerintah tidak bisa tinggal diam dengan tingginya angka prevalensi perokok

Perokok Pasif (ilustrasi)
Foto: gabohong.blogspot.com
Perokok Pasif (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor tamu di Universitas Nasional Singapura (NUS) Tikki Elka Pangestu mengatakan pemerintah harus mencari cara mengatasi tingginya prevalensi perokok di Tanah Air. Menurutnya pemerintah tidak bisa tinggal diam dengan kegawatan tingginya prevalensi perokok sekarang ini.

Dalam diskusi bertajuk Pengurangan Bahaya Tembakau dalam Perspektif Sains, Kebijakan, dan Regulasi Kesehatan Masyarakat pada Kamis (28/3) ia menyatakan diskusi publik harus terus dilakukkan meskipun terjadi perbedaan pendapat. Akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan pengetahuan masyarakat akan bahaya rokok.

Di sejumlah negara, rokok alternatif menjadi salah satu cara untuk menekan bahaya tembakau yang sebelumnya mempunyai permasalahan yang sama seperti di Tanah Air. "Sudah banyak penelitian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif yang efektif sebagai pengganti nikotin," katanya.

Dari hasil penelitian ilmiah tersebut, dapat ditarik kesimpulan produk tembakau alternatif 95 persen lebih rendah risiko dibandingkan rokok yang dibakar. Produk tembakau alternatif dapat membantu perokok berhenti merokok.

Pembina Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Achmad Syawqie Yazid menjelaskan berbagai kebijakan telah diambil untuk menurunkan jumlah perokok aktif. Kebijakan itu baik melalui regulasi, edukasi, ataupun metode berhenti merokok seperti layanan dan klinik konseling, metode cold turkey serta nicotine replacement therapy (koyo nikotin, permen karet nikotin, snuff, dan lain-lain). Namun pada kenyataannya tingkat perokok di Indonesia tidak mengalami penurunan.

"Permasalahan rokok di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah bersama, terutama upaya untuk mengurangi konsumsi merokok. Diperlukan cara yang lebih efektif sehingga masyarakat memiliki alternatif untuk mengatasi adiksi terhadap rokok," kata Syawqie.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dari Kementerian Kesehatan menunjukkan terdapat sekitar 68 juta jiwa perokok di Indonesia. Jika produk tembakau alternatif ini diterapkan di Indonesia, maka dapat dibayangkan jutaan jiwa yang dapat terhindar dari kandungan berbahaya yang ada di dalam rokok.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement