REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di balik rasanya yang pahit, tanaman sambiloto memiliki potensi besar dalam dunia kesehatan. Sambiloto terbukti secara ilmiah dapat membantu penyandang pradiabetes mengendalikan kadar glukosa darah.
Hal ini diketahui dalam uji klinis tersamar ganda dengan desain cross over yang dilakukan Tri Juli Edi Tarigan. Dalam uji klinis ini, ekstrak sambiloto terbukti dapat membantu pengendalian kadar glukosa darah pada pasien pradiabetes dengan cara memperbaiki efek inkretin di dalam tubuh. Penyandang diabetes dan pradiabetes memiliki gangguan pada efek inkretin ini.
Tri menjelaskan ada perbedaan produksi insulin ketika seseorang diberikan glukosa secara oral dan ketika seseorang diberikan glukosa melalui suntikan. Perbedaan inilah yang dikenal sebagai efek inkretin.
Dalam uji klinis ini ada 73 partisipan yang ikut terlibat. Sebanyak 38 di antaranya merupakan partisipan normal dan 35 lainnya merupakan penyandang pradiabetes. Para partisipan ini diberikan ekstrak sambiloto dan plasebo secara bergantian selama beberapa waktu.
Dari sini diketahui pemberian ekstrak sambiloto selama 14 hari pada kelompok pradiabetes dapat memperbaiki efek inkretin. Kadar GLP-1 yang merupakan hormon inkretin utama diketahui meningkat. Hal ini dinilai dapat memperbaiki resistensi insulin pada kelompok prediabetes.
"Mudah-mudahan bisa menekan dan mengurangi risikonya (pradiabetes) menjadi diabetes (tipe 2)," ujar dokter yang akrab disapa TJ ini saat ditemui usai upacara promosi doktornya di IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rabu (9/1).
Tri Juli Edi Tarigan berhasil menemukan ekstrak sambiloto memberi manfaat baik bagi penyandang prediabetes. Foto: FKUI
Tri mengungkapkan ada dua senyawa dalam sambiloto yang bermanfaat bagi penyandang prediabetes. Kedua senyawa itu adalah andrografolid dan flavonoid. Baik andrografolid dan flavonoid memiliki efek hipoglikemik yang dapat menurunkan risiko diabetes melitus tipe 2.
Beberapa manfaat dari flavonoid di dalam tubuh adalah mengurangi apoptosis, meningkatkan proliferasi dan sekresi insulin sel beta, meregulasi metabolisme glukosa di hati serta meningkatkan ambilan glukosa di otot dan lemak. Sedangkan Andrografolid diketahui dapat bekerja meningkatkan depolarisasi selo beta dan penguat voltage dependent potassion channel melalui jalur GLP-1.
"Kandungan andrografolid dan flavonoid ini yang punya potensi meningkatkan tadi, GLP-1, meningkatkan inkretin," ujar Tri.
Tri mengatakan kondisi pradiabetes perlu mendapatkan perhatian yang serius. Alasannya, prediabetes bisa kembali menjadi normal bila dikelola dengan tepat. Di sisi lain, pradiabetes yang tak bergejala kerap tak disadari penderitanya hingga terlambat. Padahal, prediabetes yang sudah berubah menjadi diabetes melitus tipe 2 tidak dapat kembali normal.
"Kalau ada faktor risiko, belum ada keluhan, segera skrining," kata Tri.
Beberapa faktor risiko diabetes adalah berat badan berlebih, kebiasaan merokok, hipertensi dan memiliki riwayat keturunan diabetes. Pada perempuan beberapa faktor risiko lain yang perlu diwaspadai adalah diabetes gestasional saat hamil dan melahirkan anak dengan berat lebih dari empat Kg.
Skrining yang bisa dilakukan cukup sederhana, yaitu pemeriksaan gula darah puasa atau pemeriksaan gula darah sewaktu. Bila ada kecurigaan lebih lanjut, skrining akan dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral.
"Satu sampai tiga tahun (sekali), tapi paling lambat tiga tahun skrining ulangannya," kata Tri.