REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi lama menunjukan tujuh dari sepuluh orang dewasa dengan depresi berat biasanya menemukan perawatan yang membantu. hanya saja, studi baru menunjukan banyak orang tidak mendapatkan manfaat dari perawatan yang telah diberikan.
Ilmuwan dari Universitas Hiroshima melaporkan, jutaan orang tidak mendapatkan manfaat dari perawatan. Hal tersebut terjadi karena mereka memiliki jenis depresi yang berbeda sama sekali.
Sekitar 90 persen antidepresan dirancang untuk mengatasi orang depresi yang memiliki kadar zat kimia otak serotonin dan norepinefrin yang abnormal. Namun, ternyata depresi saat ini lahir dari penyebab lain.
Dalam Neuroscience edisi Juli, tim peneliti menemukan satu jenis depresi mungkin didorong oleh protein yang disebut RGS8. Protein itu memengaruhi bagian otak yang terlibat dengan pengaturan gerakan dan suasana hati.
Melalui percobaan yang dilakukan, mereka membandingkan perilaku sekelompok tikus yang direkayasa secara genetis untuk memiliki lebih banyak RGS8 dalam sistem saraf dan yang dijaga. Mereka memaksa kedua kelompok untuk berenang, cara yang biasa digunakan untuk menilai perilaku depresi pada hewan.
Hasil dari uji coba itu menemukan tikus dengan lebih banyak RGS8 tidak bergerak untuk waktu yang lebih singkat daripada yang lain. Artinya, mereka berenang untuk bertahan hidup. Melalui gambaran itu, tim mengartikan tikus dengan level RGS8 yang tinggi kurang tertekan dibandingkan yang lain.
Kemudian, tikus-tikus itu menerima obat yang menghentikan reseptor hormon MCHR1, yang dikendalikan oleh RGS8, agar tidak berfungsi. Ini dimaksudkan untuk meniru apa yang mungkin terjadi jika efek RGS8 dikurangi seperti halnya pada orang yang depresinya disebabkan oleh RGS8 rendah.
Sel-sel hippocampus dari tikus-tikus itu akhirnya memiliki silia yang lebih lama dari biasanya. Artinya organel yang terlibat dengan komunikasi seluler yang terkait dengan obesitas, penyakit ginjal, dan penyakit retina ketika mereka tidak berfungsi.
"Tikus-tikus ini menunjukkan tipe baru dari depresi," ujar penulis pendamping Yumiko Saito , dikutip dari Inverse, Rabu (26/12).
Para ilmuwan menyimpulkan, memiliki lebih sedikit RGS8 berarti meningkatkan perilaku depresi, sebuah fenomena yang belum pernah disaksikan sebelumnya. Pekerjaan ini membuka jalan bagi ilmuwan untuk mengembangkan obat antidepresan baru untuk mempertahankan kadar RGS8.