Senin 17 Dec 2018 15:13 WIB

Menguji Kebenaran Brokoli Sebagai Antikanker

Sayuran dalam keluarga brokoli tidak bertepung dan tinggi serat.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
Sayur brokoli.
Foto: Flickr
Sayur brokoli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sayuran cruciferouss, yang termasuk brokoli, kembang kol dan kecambah brussels serta lobak memiliki nutrisi yang besar. Hanya saja, jenis sayuran ini sering kali tidak dimasukan sebagai sayuran hijau yang bisa menangkal kanker.

Padahal,  sayuran dari keluarga Brassicaceae ini kaya serat, rendah kalori dan kaya nutrisi. Terdapat Vitamin C, E dan K, folat, dan mineral dalam sayuran tersebut.

Baca Juga

"Sementara penelitian di laboratorium hewan menemukan manfaat yang signifikan sejauh melindungi DNA dan manfaat anti-inflamasi, pada manusia, hasil studi manusia dicampur," kata juru bicara untuk Academy Of Nutrition And Dietetics Vandana R Sheth, dikutip dari CNA Lifestyle, Senin (17/12).

Semua sayuran cruciferous mengandung glucosinolates, bahan alami yang rusak saat terpotong, dimasak, dikunyah, dan tercerna menjadi senyawa aktif biologis yang disebut isothiocyanates dan indoles. Dalam percobaan laboratorium pada tikus, senyawa ini telah ditemukan untuk menghambat kanker kandung kemih, payudara, usus besar, hati, paru-paru dan perut.

Senyawa tersebut melindungi sel-sel dari kerusakan DNA dengan menonaktifkan karsinogen dan mengurangi peradangan. Dapat juga membantu menghambat pembentukan pembuluh darah dan migrasi sel-sel tumor, proses yang membantu penyebaran kanker.

Tapi, studi pada manusia tidak konsisten. Banyak penelitian tidak menemukan hubungan antara asupan sayuran silangan dengan kanker prostat, usus besar dan rektum, paru-paru atau payudara. Penelitian lain, telah menemukan pria yang konsumsi banyak sayuran cruciferous memiliki risiko kanker prostat yang lebih rendah, dan wanita yang menjalankan dietnya kaya sayuran ini memiliki risiko lebih rendah terkena kanker payudara.

Satu penelitian di Belanda melaporkan, wanita yang mengonsumsi banyak sayuran cruciferous memiliki risiko lebih rendah terkena kanker usus besar, namun bukan kanker rektum. Analisis dari studi perawat menemukan  wanita yang mengonsumsi lebih dari lima porsi seminggu sayuran cruciferous memiliki risiko lebih rendah terkena kanker paru-paru.

Susunan genetik seseorang dapat membantu menjelaskan temuan yang tidak konsisten. Para ilmuwan baru-baru ini mengetahui setengah populasi tidak membawa gen yang menentukan berapa lama tubuh mempertahankan dan menggunakan senyawa pelindung yang berasal dari sayuran tersebut.

Sayuran crusiferous juga mengandung senyawa pelindung lainnya, termasuk karotenoid, pigmen tumbuhan yang dapat mengontrol pertumbuhan sel yang abnormal. Vitamin C, yang bertindak sebagai antioksidan, melindungi sel dan mendukung sistem kekebalan tubuh. Ada pula folat yang dapat membantu menjaga DNA yang sehat dan menjaga gen yang dapat menyebabkan kanker dimatikan.

Sayuran tersebut tidak mengandung zat tepung dan merupakan sumber serat yang baik. Dari tinjauan literatur dari American Institute For Cancer Research menyimpulkan diet tinggi serat makanan secara meyakinkan menurunkan risiko kanker kolorektal.

Diet tinggi sayuran non-tepung mungkin mengurangi risiko kanker mulut, tenggorokan dan pita suara. Diet tinggi makanan yang mengandung karotenoid bisa mengurangi risiko kanker paru-paru, serta kanker mulut, tenggorokan, dan pita suara.

Sheth memperingatkan, yang terbaik adalah mendapatkan nutrisi ini melalui pola makan daripada mengonsumsi suplemen makanan. Sebab, jumlah berlebihan dari beberapa vitamin dan karotenoid sebenarnya bisa berbahaya, dan itu sangat memungkinkan terjadi ketika mengonsuminya dalam bentuk suplemen bukan sayuran asli.

“Intinya adalah makan lebih banyak sayuran baik untuk kita,” kata Sheth.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement