Kamis 06 Dec 2018 08:28 WIB

Kehamilan Berisiko pada Pasien Epilepsi

Kejang saat kehamilan meningkatkan risiko perkembangan saraf terlambat pada bayi.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Ani Nursalikah
Ibu hamil.
Foto: zeenews
Ibu hamil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epilepsi lobus frontal dapat mempengaruhi kehamilan perempuan. Berdasarkan penelitian, perempuan penderita epilepsi lobus frontal lebih berisiko mengalami kejang saat kehamilan dibandingkan perempuan penderita epilepsi umum.

"Dokter perlu memonitor perempuan dengan epilepsi fokal, khususnya epilepsi lobus frontal lebih teliti selama kehamilan," ujar ketua peneliti sekaligus spesialis saraf dari Brigham and Women's Hospital Dr Paula Voinescu seperti dilansir di Web MD.

Alasannya, kontrol kejang selama kehamilan pada perempuan penderita epilepsi lobus frontal lebih sulit dilakukan. Kejang yang terjadi saat kehamilan dapat meningkatkan risiko bahaya dan keterlambatan perkembangan saraf pada bayi. Kejang pada penderita epilepsi selama kehamilan juga dapat meningkatkan risiko keguguran.

Bila dibandingkan dengan frekuensi kemunculan kejang sebelum kehamilan, kemunculan kejang pada perempuan penderita epilepsi lobus frontal setelah melahirkan cenderung meningkat. Peningkatan kejadian kejang ini mencapai 20 persen.

Kejadian kejang juga cenderung lebih meningkat pada perempuan yang mengonsumsi lebih dari satu jenis obat epilepsi. Pada perempuan denagn epilepsi lobus frontal, peningkatan kejang mulai terjadi pada trimester kedua kehamilan.

Epilepsi lobus frontal dikenal cukup sulit untuk dikendalikan secara umum. Selain itu, epilepsi lobus frontal juga tak jarang resisten terhadap terapi.

"Tapi belum jelas mengapa kejang menjadi lebih buruk pada perempuan hamil, karena kadar obat di dalam darah mereka tampak memadai," jelas Voinescu.

Sebelum adanya panduan terapi baru, dokter sebaiknya memberi perhatian lebih dalam saat memantau pasien hamil yang menderita epilepsi fokal, khususnya epilepsi lobus frontal. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat ada tidaknya peningkatan kejadian kejang meski kadar obat dalam darah pasien sudah cukup.

"Dan kemudian sesuaikan obat-obatan mereka bila dibutuhkan," papar Voinescu.

Temuan baru ini dipresentasikan pada Senin dalam pertemuan tahunan American Epilepsy Society di New Orleans. Hasil penelitian ini masih dianggap awal sampai dipublikasikan dalam jurnal yang diperiksa oleh sejawat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement