REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat bepergian, seseorang ternyata lebih rentan mengalami konstipasi atau sembelit. Berdasarkan data penelitian, empat dari 10 orang mengalami sembelit saat sedang melakukan perjalanan.
Menurut ahli medis dari Sanofi, Riana Nirmala Wijaya, pada dasarnya sembelit bisa terjadi karena sejumlah faktor. Salah satunya perubahan pola makan dan BAB (buang air besar) yang sering terjadi ketika melakukan perjalanan.
"Rasa letih serta jet lag bisa menyebabkan perubahan gerakan usus sehingga mudah menyebabkan sembelit, akibatnya akan menimbulkan rasa tidak tuntas saat BAB," kata Riana, Rabu (28/11).
Riana menjelaskan, sembelit adalah kondisi ketika saluran pencernaan tidak dapat berfungsi dengan normal. Seseorang bisa disebut mengalami sembelit apabila frekuensi BAB kurang dari tiga kali dalam sepekan.
Dalam kasus bepergian, seseorang menjadi sembelit karena pola makan yang tidak terkontrol. Seringkali saat bepergian ke suatu daerah, pelancong tidak memperhatikan kebutuhan seratnya. Mereka cenderung tidak mengonsumsi makanan, seperti buah atau sayur.
Selain itu, kegiatan yang padat juga membuat jadwal rutin BAB menjadi berantakan. Bahkan tidak jarang ada yang menunda-nunda BAB karena merasa tidak nyaman menggunakan toilet umum.
"Biasanya, seseorang yang sudah mengalami sembelit saat bepergian, 50 persen kemungkinan sembelit berlanjut saat sudah kembali ke rutinitas normal," ujar Riana.
Menurut Riana, sembelit dalam waktu lama dan tidak segera diatasi bisa menyebabkan berbagai komplikasi lain seperti ambeien, sumbatan usus, BAB berdarah hingga sembelit kronis.