REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sukses dengan film pertamanya pada 1964, Mary Poppins Returns hadir menawarkan kisah baru yang lebih seru kepada para penikmat film. Tidak hanya sekadar menghibur, film yanh dibintangi oleh Emily Blunt ini diklaim bisa memberi harapan dan menenangkan di kondisi politik Amerika yang gelap saat ini.
"Kita sedang berada di era yang memecah belah. Ini adalah film yang bisa menjadi pemersatu. Ini adalah film yang dibutuhkan dunia. Kalian bisa merasakan kesengitan, kepahitan dan inilah kesempatan untuk meraih harapan," kata Blunt dalam sebuah diskusi panel di Konferensi New York dikutip Variety, Ahad (11/11).
Di acara yang sama, sutradara Mary Poppins Returns Rob Marshall mengatakan film sekuel ini mengambil latar waktu selama era Great Depression (Depresi Besar) yang pernah menyerang London. Menurut Marshall, isu yang diangkat dalam Mary Poppins Returns sangat relevan dengan kondisi Amerika saat ini, terkait iklim sosial dan ketidakstabilan ekonomi.
"Mary Poppins Returns adalah sebuah pesan harapan di setiap masa kegelapan, persis yang saya rasakan akhir-akhir ini," kata Marshall.
Walaupun film ini menyampaikan sebuah pesan yang penting, bukan berarti Marshall dan Blunt tidak memiliki keraguan tentang keberhasilan film ini nantinya. Meski demikian, Marshall dan Blunt menjadikan hal tersebut sebagai tantangan untuk menyukseskan sekuel ini layaknya film pertama pada 1964 lalu.
"Ini adalah karakter yang paling menantang yang pernah saya mainkan," kata Blunt.
Tidak hanya Mary Poppins Returns, para pembuat film lainnya juga mengklaim film yang mereka buat juga sangat cocok menggambarkan era kepemimpinan Trump saat ini. Para pembuat film yang juga menghadiri panel diskusi ini yaitu produser film Roma, Crazy Rich Asians dan BlacKkKlansman. BlacKkKlansman contohnya, film ini mendokumentasikan infiltrasi polisi Ku Klux Klan pada 1970an, yang sangat dekat dengan gambaran kerusuhan Charlottesville tahun lalu.
"Pesan yang ingin disampaikan adalah rasisme dan orang-orang yang sangat rasis sama bodohnya," kata produser Jason Blum.
Sementara itu, Crazy Rich Asian adalah film komedi romantis, namun di sisi lain ini menjadi satu pencapaian sebuah kebudayaan di mana mayoritas studio film selama ini tidak banyak melibatkan pemain Asia. "Ini hanya persoalan waktu kita bisa mengangkat filn mengenai orang-orang kaya... Selama ini kisah mereka tidak pernah dibicarakan... Jumlah mereka hanya 1 persen dari populasi tetapi mereka seolah mewakili kekutan 99 persen sisanya," kata Ronny Chieng.