REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bunuh diri adalah masalah kesehatan dalam masyarakat yang serius yang mempengaruhi banyak anak dan remaja. Bunuh diri menjadi penyebab kematian ketiga didunia pada remaja antata usia 10 dan 24 tahun. Bunuh diri juga mengakibatkan sekitar 4.600 jiwa yang hilang setiap tahun.
Hal ini diungkapkan oleh Prof R Irawati Ismail, SpKJ(K), MEpid dari Divisi Psikiatri Anak dan Remaja Departemen Psikiatri FKUI RSCM. Di Amerika Serikat, bunuh diri menjadi penyebab kematian terbesar kedua pada remaja usia 12 sampai 19 tahun. Dan menjadi urutan ke 11 penyebab kematian utama pada anak-anak berusia 5 sampai 11 tahun.
Sedangkan di Indonesia menurut data WHO tahun 2016, angka bunuh diri Indonesia tahun 2012 sebesar 4,3 persen dan tahun 2016 naik jadi 5,2 persen. Angka bunuh diri anak dan remaja masih belum diketahui secara jelas.
Survei nasional kesehatan berbasis sekolah di Indonesia (total 11.110 anak) ditemukan ide bunuh diri pada anak laki-laki sekitar 4 persen, sedangkan pada anak perempuan 6 persen. Rencana bunuh diri pada anak laki-laki 5,5 persen sedangkan pada anak perempuan 5,6 persen.
Percobaan bunuh diri satu kali pada anak laki-laki sebanyak 2,6 persen, sedangkan pada anak perempuan sebanyak 2,2 persen. Sementara percobaan bunuh diri lebih dari satu kali pada anak laki-laki 1,8 persen, sedangkan perempuan 1,2 persen.
Penyebab dan faktor bunuh diri pada anak dan remaja beraneka ragam. Yaitu faktor individual, gangguan psikiatri seperti depresi, bipolar juga substance abuse. Selain itu genetik dan upaya bunuh diri sebelumnya juga mempengaruhi orang bunuh diri.
Faktor lainnya adalah keluarga, adanya riwayat depresi atau bunuh diri dalam keluarga, perceraian, juga perselisihan keluarga. Faktor berikutnya adalah lingkungan sosial, hubungan buruk dengan teman atau keluarga, isolasi sosial, sosial ekonomi rendah, berita bunuh diri di media, pajanan anggota keluraga yang bunuh diri. Faktor lainnya adalah stressor kehidupan, yaitu kematian orang tua, pelecehan fisik atau seksual, penganiayaan, dan perisakan.
Prof Irawati menjabarkan suatu hasil penelitian di Kanada. Peneliti melakukan wawancara langsung dengan remaja usia di atas 12 tahun. Sebanyak 6.3888 remaja adalah partisipan yang menunjukkan kelompok dengan faktor risiko yang ada diawal kehidupan yang dapat memprediksi peningkatan risiko bunuh diri pada masa remaja. Variabel yang paling prediktif pada remaja perempuan adalah pengalaman peristiwa kehidupan yang penuh stres atau tekanan. Pada remaja laki-laki adalah usia ibu saat melahirkan kurang dari 25 tahun.
Faktor-faktor dalam periode pra dan pascamelahirkan, termasuk paparan orang tua merokok atau tidak adanya pemberian ASI juga merupakan prediktor penting dari peningkatan risiko pikiran untuk bunuh diri pada anak dan remaja.