Rabu 24 Oct 2018 04:38 WIB

Potensi Penyembuhan Kanker di Balik Obat Berusia 150 Tahun

Obat papaverine memberi harapan baru dalam mengatasi masalah ini.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Friska Yolanda
Kemoterapi Omni
Foto: Antara
Kemoterapi Omni

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Papaverine merupakan obat relaksan otot yang ditemukan oleh Georg Merck pada 1848. Papaverine saat ini memiliki beragam kegunaan mulai dari mengurangi kejang otot hingga mengobati masalah disfungsi ereksi.

Hingga saat ini, penggunaan papaverine belum pernah dikaitkan dengan terapi kanker. Akan tetapi tim peneliti dari The Ohio State University Comprehensive Cancer Center menemukan adanya potensi penyembuhan kanker di balik obat berusia sekitar 150 tahun ini.

Tim peneliti mengungkapkan bahwa salah satu jenis terapi untuk membantu pasien kanker adalah terapi radiasi. Radiasi dapat bekerja dengan dua cara untuk menyerang sel kanker. Cara pertama adalah dengan merusak DNA sel dan cara kedua adalah dengan memproduksi radikal oksigen yang dapat membahayakan sel kanker.

Namun, ada satu masalah yang cukup mempengaruhi keberhasilan terapi radiasi ini. Masalah tersebut adalah kadar oksigen yang rendah atau hipoksia. Kondisi hipoksia dapat menurunkan produksi radikal oksigen di dalam tubuh sehingga efektivitas terapi radiasi menjadi lebih rendah.

Hipoksia juga dapat mempengaruhi efektivitas kemoterapi. Hal ini dikarenakan zona hipoksia pada jaringan tumor membuat aliran darah menjadi terbatas. Kondisi ini menyebabkan obat yang terbawa oleh darah sulit untuk mencapai area tersebut.

"ini merupakan masalah klinis serius karena lebih dari setengah pasien kanker menerima terapi radiasi di satu titik masa perawatan mereka," ungkap salah satu peneliti Dr Nicholas Denko PhD seperti dilansir Medical News Today.

Denko mengatakan sel ganas yang 'bersembunyi' di zona hipoksia tumor bisa saja selamat dari terapi radiasi. Sel ganas yang selamat ini dapat menjadi sumber kekambuhan kanker di masa mendatang.

"Penting bagi kita untuk menemukan cara menghadapi bentuk resistensi terhadap terapi ini," lanjut Denko.

Penelitian menunjukkan bahwa obat papaverine memberi harapan baru dalam mengatasi masalah ini. Denko mengatakan satu dosis papaverine sebelum terapi radiasi dapat menurunkan aktivitas mitokondria. Hal ini dapat membatasi hipoksia sekaligus meningkatkan efek kerusakan terapi terhadap sel kanker. Hal penting lainnya, obat ini tidak membuat jaringan sehat dalam tubuh menjadi lebih sensitif terhadap terapi radiasi.

"(Penelitian ini) merupakan sebuah peristiwa penting perjalanan enam dekade dalam upaya mengeliminasi hipoksia sebagai penyebab kegagalan terapi radioterapi," terang Denko.

Temuan ini sudah dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences. Tim peneliti menambahkan penelitian lebih lanjut masih diperlukan sebelum papaverine diaplikasikan secara lebih luas dalam terapi kanker. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement