REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Operasi caesar merupakan hal umum yang kini dilakukan di dunia medis, khususnya pada proses persalinan. Ini bisa menjadi sebuah intervensi menyelamatkan nyawa perempuan dengan bentuk kehamilan rumit. Namun tindakan medis ini bukan berarti tanpa risiko.
Dilansir di ABC News, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 10-15 persen kelahiran membutuhkan bedah caesar karena terjadi komplikasi. Namun, berdasarkan angka yang terhimpun di seluruh dunia, ada peningkatan yang mengkhawatirkan terhadap operasi caesar atau C-section. Peringatan mengenai bahaya operasi caesar tersebut ditulis peneliti dalam makalah yang diterbitkan di Lancet.
Secara global, 21 persen bayi dilahirkan melalui caesar. Angka tersebut hampir dua kali lipat dari sejak 15 tahun lalu. Data terbaru dari 169 negara bahkan menunjukkan prosedur ini telah dilakukan secara berlebihan, yakni lebih dari 60 persen negara di dunia. Sekitar 32,7 persen bayi di Australia terlahir caesar.
Jumlah bayi yang terlahir caesar di Australia jauh dari rata-rata yang disarankan, yakni 25,7 persen. Namun, di beberapa negara bahkan lebih dari 50 persen bayi terlahir caesar. Prosedur ini semakin banyak digunakan perempuan kaya dan terdidik yang tinggal di perkotaan.
Berdasarkan data, lima negara tertinggi dengan bayi lahir caesar, yakni Republik Dominika 58,1 persen, Brasil dan Mesir 55,5 persen, Turki 53,1 persen, dan Venezuela 52,4 persen. Sementara negara lima terendah jumlah bayi terlahir caesar, yakni Suriah 26,4 persen, Bolivia dan Tunisia 26,7 persen, serta Belarus, dan Kanada 27,1 persen.