Jumat 21 Sep 2018 11:59 WIB

Kekinian Versus Kekunoan Johnny English Strikes Again

Di era modern, Johnny memilih menggunakan perangkat agen edisi 'jadul'.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Indira Rezkisari
Johnny English Strikes Again
Foto: dok Universal Pictures
Johnny English Strikes Again

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendengar istilah 'mata-mata' dan 'agen rahasia', akan segera membayang perangkat canggih dengan teknologi terkini. Mulai dari pulpen obat bius, kacamata tembus pandang, sampai mobil bersenjatakan peluncur roket.

Dalam film mata-mata Inggris Johnny English Strikes Again, perangkat serupa juga sangat dieksplorasi. Bedanya, sinema yang tayang di bioskop Indonesia mulai 26 September 2018 itu menekankan gabungan kekinian dan kekunoan.

Perangkat digital dan analog digambarkan saling dukung, tapi dalam beberapa momen juga saling melawan. Hal utama yang terlihat adalah ketika sang tokoh utama, Johnny English (Rowan Atkinson), menolak memakai perangkat canggih dan memilih gaya lama.

Agen pensiunan itu lebih suka memakai barang-barang 'edisi lama', termasuk kostum Exoskeleton Suit yang aktivasinya masih memakai disket. Ketika ditawari mobil canggih untuk operasional, dia malah mendaratkan pilihan ke mobil antik tanpa GPS.

Padahal, misi yang dijalankan Johnny adalah menguak dalang di balik serangan siber yang menyasar MI7. Jika dipikir dengan rasional, hampir mustahil melawan teknologi mutakhir dengan perangkat analog yang sudah ketinggalan zaman.

Johnny membuktikan bahwa hal itu sama sekali tak mustahil. Sebagai representasi generasi analog, dia seolah menunjukkan bahwa perangkat yang sudah terlampaui masanya masih amat berguna. Justru lebih berbahaya jika kecerdasan artifisial dibarengi niat jahat berkuasa.

Bukan berarti Johnny sepenuhnya bersikap anti terhadap teknologi digital yang kian berkembang. Dia juga memanfaatkannya, meski ada situasi gagap teknologi yang memancing tawa. Salah satunya ketika dia kali pertama menjajal teknologi realitas virtual.

Penulis skenario, William Davies, mengatakan ide cerita "analog versus digital" itu dianggap sangat sesuai menjadi konten film. "Semakin dunia menjadi digital, analog kian tak terlihat, tapi bukan berarti kurang menarik," ujar Davies, dikutip dari catatan produksi Universal Pictures.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement