Rabu 05 Sep 2018 11:22 WIB

Imunisasi MR Bebaskan Indonesia dari Belenggu Campak Rubella

Hingga 2017 tingkat Imunisasi Campak-2 di Tanah Air baru mencapai 62,8 persen.

Rep: Christiyaningsih/ Red: Indira Rezkisari
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Measles Rubella (MR) yang akan disuntikkan kepada siswa saat Kampanye Imunisasi Campak dan MR, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Measles Rubella (MR) yang akan disuntikkan kepada siswa saat Kampanye Imunisasi Campak dan MR, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Campak dan rubella adalah dua penyakit yang sedang santer dibicarakan saat ini seiring dengan program kampanye vaksin MR (Measles-Rubella) oleh pemerintah. Menurut dokter spesialis anak Sri Rezeki Hadinegoro komplikasi campak dan rubella dapat berujung pada kecacatan bahkan kematian.

Akan tetapi karena masih belum semua masyarakat menyadari pentingnya vaksin MR, hingga September tahun lalu Indonesia masih masuk sebagai negara dengan laporan kasus terbanyak di Asia Tenggara. Total kasus campak mencapai 4.705 laporan. Sementara itu pada tingkat global urutan teratas ditempati oleh India (90 ribu) dan Cina (43 ribu).

Baca Juga

"Kasus campak belum dapat diatasi secara sempurna dan masih terjadi KLB karena kadar antibodi campak telah menurun. Untuk mendapatkan kadar antibodi yang tetap tinggi maka diberikan Imunisasi Campak-2 yang dimulai sejak 2014," terang Sri.

Akan tetapi sampai 2017 tingkat Imunisasi Campak-2 di Tanah Air baru mencapai 62,8 persen. Padahal berdasarkan standar WHO dibutuhkan cakupan 90 persen untuk bisa mencapai kekebalan komunitas. "Kalau 90 persen dari komunitas sudah divaksin maka 10 persen sisanya akan terlindungi," imbuhnya. Menurut Sri imunisasi adalah ikhtiar mencegah kematian dan kecacatan pada masyarakat akibat campak dan rubella.

Jika ibu hamil terkena infeksi rubella pada trimester satu maka akan mengakibatkan cacat pada janin. Cacat pada janin disebut Sindrom Rubella Kongenital atau Congenital Rubella Syndrome (CRS). Bayi demikian ditandai dengan lingkar kepala lebih kecil dari ukuran normal, kelainan pada mata, dan tuli. Bayi juga kemungkinan menderita penyakit jantung bawaan (jantung bocor), keterlambatan mental, dan ruam kulit mirip seperti campak.

Sri juga mengutip data dari Analisis Cost Effectiveness Imunisasi MR Dr. Soewarta Koesen dari Litbangkes. Data itu menyebut insiden CRS diperkirakan 0,2 per 1.000 lahir hidup setiap tahun. Pada 2015 diperkirakan terdapat 979 kasus CRS baru dari 4,89 juta kelahiran.

Melihat besarnya manfaat imunisasi MR, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Aman B. Pulungan menyayangkan adanya pihak-pihak yang masih menentang pemberian vaksin tersebut. "Ibaratnya satu kaki kita sudah melangkah ke depan tapi kaki yang lain masih dipegangi di belakang. Jadi kualitas kesehatan kita tidak akan maju-maju," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement