Kamis 05 Jul 2018 21:15 WIB

Testosteron Buat Pria Suka Kemewahan

Manusia menggunakan barang konsumtif untuk menunjukkan status sosial.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
Pria melihat-lihat mobil mewah.
Foto: EPA
Pria melihat-lihat mobil mewah.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Satu dosis testosteron mengarahkan laki-laki ke arah mobil-mobil mewah, jam tangan, pena, atau pakaian bermerek terkenal. Cara itu, menurut studi baru, digunakan untuk memberi sinyal “status” pada perempuan.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications menyatakan, hormon seks, ternyata, adalah pengaruh utama perilaku konsumtif pria. Testosteron memainkan peran dalam perilaku yang berhubungan dengan peringkat sosial, seperti hewan.

"Dan memiliki produk status adalah strategi untuk menandai peringkat seseorang dalam hierarki sosial manusia," kata penulis studi Gideon Nave dari University of Pennsylvania, dikutip dari Malay Mail, Kamis (5/7).

Studi telah menetapkan manusia menggunakan barang-barang konsumtif untuk menunjukkan status sosial. Namun, peran hormon tidak diketahui.

Nave dan tim merekrut 243 pria berusia 18 hingga 55 tahun untuk uji coba. Beberapa diberi dosis testosteron, diaplikasikan pada kulit dalam bentuk gel, sementara yang lain menerima plasebo atau dosis palsu.

Mereka kemudian diminta untuk memilih antara dua produk, kualitas yang sama, namun, satu yang membanggakan status merek dagang dianggap tinggi. Penilaian yang ditentukan dalam survei sebelumnya terhadap lebih dari 600 orang.

"Kami menemukan pria yang menerima testosteron menunjukkan preferensi yang lebih besar terhadap merek status tinggi," kata Nave.

Efek yang ditimbulkan mirip dengan perilaku hewan non-manusia. Pada saat itu testosteron biasanya meningkat selama musim kawin dan mempromosikan tampilan sifat-sifat yang menandakan kesesuaian organisme dengan calon pesaing dan pasangan.

Apakah temuan ini menyiratkan bahwa wanita memiliki preferensi untuk pria yang mengendarai Ferrari atau memakai Rolex? "Penggunaan merek untuk status sinyal tidak harus 'bekerja', itu cukup bahwa orang-orang percaya bahwa itu akan berfungsi," kata Nave.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement