REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Film “Superman” karya James Gunn berhasil meraup penjualan tiket sebesar 122 juta Dolar AS di Amerika Serikat dan Kanada selama akhir pekan. DC dan Warner Bros memang memasang harapan besar pada film ini.
Sebelumnya Marvel Studios milik Walt Disney Co tengah menghadapi tantangan, para superhero DC belakangan ini justru lebih sering "terpeleset" di bioskop. Film-film seperti “Joker: Folie à Deux,” “The Flash,” dan “Shazam! Fury of the Gods” gagal memenuhi ekspektasi.
Namun, “Superman” yang ditulis dan disutradarai oleh Gunn, dirancang sebagai sebuah permulaan baru. Ini adalah rilis pertama yang sepenuhnya dikendalikan oleh James Gunn dan Peter Safran, duo pemimpin baru DC Studios, sejak mereka dipercaya untuk mengatur ulang semesta sinema superhero DC.
Meski sebelumnya sukses besar lewat “Guardians of the Galaxy” untuk Marvel, sentuhan khas Gunn yang nyeleneh dan tak biasa membuatnya tampak seperti pilihan yang tak terduga untuk menangani salah satu karakter paling ikonik dan menguntungkan dalam sejarah perfilman.
Hasil pembukaan tersebut menjadi yang terbesar ketiga di tahun 2025, dan film DC pertama yang berhasil menembus angka 100 juta Dolar AS pada akhir pekan pembuka sejak “Wonder Woman” (2017). Warner Bros juga tengah menikmati tren positif “Superman” menjadi film kelima berturut-turut mereka yang debut dengan pendapatan lebih dari 45 juta Dolar AS.
“Ini kemenangan besar untuk DC Studios,” kata Jeffrey Goldstein, kepala distribusi Warner Bros, dikutip dari AP, Senin (14/7/2025). “Kami butuh membangun kembali kepercayaan dari penggemar dan sebelumnya kami tidak memilikinya. Mereka jelas menginginkan kami mengambil langkah mundur dan melakukan reinvent diri.”
Namun, penjualan tiket di luar negeri tergolong lesu. Di 78 pasar internasional, film ini hanya meraup 95 juta Dolar AS, termasuk 6,6 juta Dolar AS di Cina.
David A Gross, pengelola konsultan perfilman FranchiseRe, menyebut performa internasional sebagai satu-satunya "noda" dari peluncuran Superman yang sebenarnya cukup solid. “Sampai saat ini, pendapatan luar negeri belum sebanding dengan domestik. Superman memang selalu diasosiasikan sebagai karakter dan kisah yang sangat Amerika dan di beberapa bagian dunia, citra Amerika saat ini kurang populer,” kata Gross.
Sebagai ikon budaya Amerika, Superman juga memicu perdebatan politik di dalam negeri. Beberapa komentator sayap kanan menyebut film ini “terlalu woke” setelah Gunn menggambarkan Superman sebagai seorang imigran. Di platform X, Gedung Putih bahkan memposting gambar Presiden Donald Trump dengan tubuh Superman.
Film “Superman”, yang menelan biaya produksi sekitar 225 juta Dolar AS, menyuguhkan pendekatan nada yang sangat berbeda dari versi sebelumnya karya Zack Snyder. Alih-alih mengulang kisah asal-usul di Kansas, cerita dimulai setelah kekalahan pertama Superman (diperankan oleh David Corenswet). Rachel Brosnahan berperan sebagai Lois Lane, dan Nicholas Hoult sebagai Lex Luthor.
Meski pembukaan Superman kali ini tidak melampaui debut “Batman v Superman: Dawn of Justice” (2016) yang meraih 166 juta Dolar AS, hasil ini masih lebih tinggi dari debut “Man of Steel” (2013) yang saat itu mengantongi 116 juta Dolar AS tanpa memperhitungkan inflasi.
Namun, berbeda dari film Snyder yang kerap dihujani kritik, film “Superman” versi Gunn justru mendapat sambutan baik. Di Rotten Tomatoes, film ini mencetak 82 persen fresh atau skor terbaik untuk franchise ini sejak film Superman pertama dan kedua yang dibintangi Christopher Reeve (1978 & 1980). Penonton juga memberikan nilai CinemaScore A-.