Senin 14 May 2018 13:34 WIB

Orang Tua Sebaiknya Deradikalisasi Sejak Dini

Penting menanamkan nilai-nilai kebaikan di anak sedari kecil.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Indira Rezkisari
Personel penjikan bom (Jibom) bersiap melakukan identifikasi di lokasi ledakan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel Madya, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).
Foto: M RIsyal Hidayat/Antara
Personel penjikan bom (Jibom) bersiap melakukan identifikasi di lokasi ledakan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel Madya, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Ayoe Sutomo menjelaskan, pelibatan anak-anak dalam insiden bom bunuh diri pada dua hari belakangan memberi pesan kuat kepada orang tua untuk melakukan deradikalisasi. Tindakan preventif kontraterorisme atau strategi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan harus dilakukan sejak usia dini.

Salah satu cara preventif yang bisa dilakukan orang tua adalah memasukkan nilai-nilai kebaikan dalam keseharian pada anak. Hal ini terutama dilakukan untuk anak berusia TK, SD kecil hingga SD besar. "Nilai kemanusiaan, kebaikan, empati harus mulai diajarkan ke anak dalam kehidupan sehari-hari mereka," ujar Ayoe ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (14/5).

Penanaman nilai ini dilakukan agar ketika anak-anak sudah besar dan lepas dari pengawasan orang tua, mereka tahu jalan yang benar. Jika tidak, mereka bisa seperti layangan putus yang mampu ditangkap oleh siapa saja. Tidak hanya itu, lebih parah lagi, anak hanya akan mengikuti arahan siapapun yang 'memegang' mereka.

Baca juga: Psikolog Ungkap Alasan Ortu Libatkan Anaknya dalam Terorisme

Apabila sudah memiliki keyakinan benar dari kecil, nilai itu akan berbicara saat anak sudah dewasa. Misal, ketika diajak untuk melakukan tindakan kekerasan ke orang tidak bersalah, terbersit dalam pikiran maupun hati mereka bahwa aksi itu tidak diajarkan orang tua. "Suara hati ini akan berbunyi ketika mereka dewasa dan menghadapi pilihan hidup," ucap Ayoe.

Salah satu alasan mengapa 'cuci otak' begitu mudah masuk ke pikiran adalah karena orang tersebut tidak memiliki pegangan nilai baik yang kuat ketika masih kecil. Penanaman nilai kebaikan seperti empati, tidak boleh menyakiti sesama tidak masuk dalam kehidupan mereka saat kecil. Akibatnya, mereka mudah dipengaruhi oleh siapapun.

Terduga pelaku peledakan bom tiga gereja di Surabaya, Ahad (13/5), merupakan satu keluarga dengan empat anak. Sang ayah menjadi bom bunuh diri, ibu dan dua anak perempuannya juga menjadi bom bunuh diri, dan dua anak lelaki keluarga itu juga menjadi bom bunuh diri di tiga gereja berbeda.

Selama ini Indonesia sebatas mengenal pengantin atau pelaku bom bunuh diri dilakukan oleh pria saja. Atau dilakukan seorang wanita. Baru kali ini insiden dilakukan bersama oleh satu keluarga inti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement