REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Skrining Thalassemia diperlukan untuk mencegah dan memutus rantai penyakit kelainan darah merah ini. Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Asjikin Iman Hidayat Dachlan mengatakan, skrining bisa dilakukan sejak dini diantaranya saat anak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).
"Skrining sebaiknya dilakukan pada usia remaja atau calon pengantin," ujarnya. Tujuannya, kata dia, untuk mendeteksi apakah calon ayah dan ibu membawa gen pembawa sifat Thalassemia atau tidak.
Jika pemeriksaan menunjukkan hasil positif pembawa sifat maka perlu dilakukan konseling genetik sebelum pernikahan atau sebelum hamil. Ia menyebutkan, Thalassemia adalah penyakit kelainan darah merah yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak dan keturunannya.
Penyakit ini disebabkan karena berkurangnya atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin utama manusia, yang menyebabkan eristrosit mudah pecah dan menyebabkan pasien menjadi pucat karena kekurangan darah. Hingga saat ini, kata dia, Thalassemia belum dapat disembuhkan dan memiliki komplikasi yang banyak. "Jadi, skrining bisa memutus mata rantai penurunan Thalassemia," ujarnya.
Ia menambahkan skrining dapat dilakukan di penjaringan kesehatan anak sekolah, pos pembinaan terpadu (posbindu) penyakit tidak menular (PTM) dan pemeriksaan lebih lanjut di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan pemeriksaan hematologi lengkap dan analisa Hb di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) kota-kota besar dan rumah sakit.
Sementara itu, Kepala Direktorat Hematologi Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Pustika Amalia Wahidiyat menambahkan, satu-satunya cara untuk mengetahui seseorang menderita Thalassemia adalah dengan skrining. Ini karena seringkali Thalassemia tidak menunjukkan gejala seperti Thalassemia Minor.
"Mungkin hanya anemia ringan. Tetapi itu tidak selalu begitu," katanya.
Berbeda halnya dengan Thalassemia Mayor yang bisa diketahui karena tampak pucat sejak kecil, lemah, lesu. Jadi, ia meminta masyarakat skrining Thalassemia di laboratorium untuk untuk mendapatkan hasil pasti.
Jika sudah terlanjur positif, penderita harus menjalani pengobatan transfusi darah rutin dan minum obat hingga 12 tablet. Sedangkan terapi yang menyembuhkan adalah transplantasi sumsum tulang yang membuat anak Thalassemia Mayor yang butuh transfusi menjadi Thalassemia Minor yang tidak transfusi.
Berdasarkan data RSCM, sampai dengan Oktober 2016 terdapat 9.131 pasien Thalassemia yang terdaftar di seluruh Indonesia. Sementara Yayasan Thalassemia Indonesia mencatat, kasus Thalasemia Mayor di Indonesia terus meningkat sejak lima tahun terakhir. Pada tahun 2012 terdapat 4.896 kasus Thalassemia Mayor dan pada 2017 terus meningkat menjadi 8.616 kasus. N