Selasa 10 Apr 2018 07:47 WIB

Jangan Jadikan Gadget Pengganti Orang Tua

Kalaupun harus memberi, berikan batasan waktu pada anak.

Rep: MGROL102/ Red: Yudha Manggala P Putra
Gadget seperti dua sisi pisau di anak dan remaja, fungsinya bisa memberi efek positif termasuk negatif.
Foto: pixabay
Gadget seperti dua sisi pisau di anak dan remaja, fungsinya bisa memberi efek positif termasuk negatif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian besar orang tua memberikan gadget alias gawai kepada anaknya agar anak mereka tenang, patuh, tidak keluar rumah hingga 'pengasuh' pengganti mereka. Hal ini dinilai sebagai kesalahan mendasar yang masih kerap diterapkan.

“Kesalahan orangtua yang mendasar adalah menjadikan gadget sebagai pengganti kehadiran dia,” ujar penulis Maman Suherman saat ditemui Republika.co.id, di Chubb Square, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (5/4) lalu. 

Hal itu, kata dia, dapat membawa pengaruh buruk terhadap anaknya jika terus dibiarkan. “Padahal ini pintu masuk berbagai pengaruh besar kan. Itu seperti membuat orang yang tidak kita kenal masuk ke dalam ruangan kalau kita biarkan anak-anak dengan gadget,” ujar dia.

Lalu, kapan seorang anak idealnya boleh memegang gadget? Menurut pria yang biasa disapa Kang Maman ini, seorang anak sebelum usianya 14 tahun tidak diperbolehkan menggunakan gawai. “Itu yang bahaya, bahkan yang punya microsoft (Bill Gates) pun bilang, jangan kasih handphone, jangan kasih gadget pada anak sebelum berumur 14 tahun.”

Kalau pun seorang anak diperbolehkan memegang gadget, orangtua juga perlu membatasi pemakaiannya. “Kalaupun harus memberi maksimal hanya boleh dua jam. Itu pun tidak boleh dua jam total. Dipotong-potong per sepuluh menit,” kata dia.

Jika dalam praktiknya anak melanggar hal tersebut, tentu dibutuhkan keberanian yang besar bagi orang tua dalam bertindak memperlakukan anaknya. “Keberanian orang tua untuk menarik kalau kemudian peraturan itu dilanggar. Jadi, jangan kemudian karena takut, anak akan marah, nanti anak akan tersinggung,” tambahnya.

“Kita kan yang beli, orang tuanya kan yang beli. Jadi orang tua pun sejak awal sudah mengatakan, kalau kamu menggunakan dengan baik saya bebaskan. Kalau tidak saya tarik. Dan kemudian mengatur, membuat jadwal untuk membuat gadget tersebut,” ujar alumnus Fisip Universitas Indonesia.

Hal ini perlu dilakukan bukan berarti ia merupakan anti dengan generasi muda yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain gadget. “Saya bukan orang yang anti sama millenial yang lebih banyak memegang gadget," tegas dia.

Menurutnya, gadget hanya sebuah alat yang dapat mengembangkan kemampuan. ”Ini kan cuma alat. Tapi bagaimana kemudian mereka memanfaatkan alat ini untuk mengembangkan kemampuan dia. Karena kata kunci literasi itu kan pembelajaran seumur hidup. Tidak berhenti belajar menggunakan medium apa pun,” kata dia.

Sehingga, kata dia, gadget itu bukan pengganti orang tua. Justru harus dikontrol oleh orang tua sampai batas usia tertentu sang anak jadi paham bahwa di gadget itu adalah musuh-musuh yang tersembunyi yang tidak boleh dibuat dibiarkan untuk masuk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement