REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Depresi dapat mengubah segalanya dalam hidup seseorang. Bahkan dalam cara berkomunikasi pun akan memberikan perbedaan seperti biasa yang digunakannya atau dipakai oleh orang pada umumnya.
Ilmuwan telah lama mencoba untuk menjabarkan hubungan yang tepat antara depresi, bahasa, dan teknologi membantu untuk lebih dekat dengan gambaran penuh. Studi yang telah diterbitkan dalam Clinical Psychological Science menyatakan jika penggunaan kata-kata tertentu dapat membantu memprediksi secara akurat apakah seseorang menderita depresi.
Secara tradisional, analisis linguistik di bidang ini telah dilakukan oleh para peneliti yang sedang membaca dan mencatat. Saat ini, metode analisis teks terkomputerisasi memungkinkan pemrosesan data bank sangat besar dalam hitungan menit.
Baca juga: Riset: Perjalanan Bisnis Picu Depresi
Hal ini dapat membantu melihat fitur linguistik yang mungkin dilewatkan manusia, menghitung persentase prevalensi kata dan kelas kata, keragaman leksikal, panjang kalimat rata-rata, polagramatikal dan banyak metrik lainnya. Dalam studi tersebut mengungkapkan, mereka yang memiliki gejala depresi menggunakan kata-kata yang berlebihan yang menyampaikan emosi negatif, khususnya kata sifat dan kata keterangan negatif seperti "kesepian","sedih" atau "sengsara".
Seseorang yang depresi pun menggunakan kata ganti tunggal orang yang lebih signifikan, seperti saya dan aku. Mereka kurang menggunakan kata ganti orang kedua dan ketiga seperti mereka, kamu, kami, kita, dan dia.
Fenomena tersebut menunjukkan penderita depresi lebih fokus pada diri mereka sendiri, dan kurang berhubungan dengan orang lain. Periset telah melaporkan kata ganti sebenarnya lebih dapat diandalkan dalam mengidentifikasi depresi daripada kata-kata emosi negatif, dikutip dari Independent, Selasa (6/2).