Jumat 26 Jan 2018 03:17 WIB

Kenali Gejala Bipolar Sejak Dini

Temuan ini diharapkan menjadi peringatan terhadap remaja yang mengalami mood swing.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Winda Destiana Putri
Bipolar. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Bipolar. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah studi terbaru menemukan gejala yang diprediksi sebagai sebagai akar berkembangnya penyakit bipolar pada remaja. Temuan ini diharapkan menjadi peringatan dini terhadap remaja yang kerap mengalami perubahan suasana hati (mood swing) yang ekstrim dan sulit dikendalikan bahkan tidak dapat diprediksikan pergantiannya.

Pertama, mari kenali faktor yang berpengaruh dibalik gangguan bipolar. Sebagian ilmuan berpendapat lingkungan dan genetik dapat menjadi faktor penting yang membangun tumbuhnya gangguan bipolar, namun nyatanya kini jenis perilaku juga dapat menjadi sinyal dari kemungkinan adanya penyakit bipolar pada seseorang.

Untuk mencoba menggali lebih dalam tentang gejala awal dari bipolar, yaitu prodromal maka peneliti mengkaji 39 penelitian yang telah dilakukan ilmuan lain sebelum mereka tentang gejala prodromal dan resiko dari bipolar. Setelah melakukan penyaringan data, maka munculkan dua pola yang dianggap sebagai akar dari tumbuhnya penyakit bipolar.

"Ada bukti berbagai gejala psikopatologis, perubahan perilaku, dan paparan dengan asosiasi yang signifikan secara statistik dengan diagnosis tumbuhnya penyakit bipolar," ucap salah satu peneliti.

Pola pertama yang ditemukan oleh para peneliti adalah homotipik, yaitu pola yang agak serupa dengan bipolar yang meliputi mood swing, periode rangsangan, dan depresi berat. Meskipun hampir serupa, namun homotipik masih dianggap lebih rendah dibandingkan bipolar.

Gejala homotipik digambarkan sebagai "sensitivitas rendah", yang berarti bahwa kebanyakan orang muda dengan gejala ini tidak terus mengembangkan gangguan bipolar. Namun, mereka memiliki spesifisitas sedang sampai tinggi terhadap sesuatu, yang berarti gejalanya tidak seekstrem penderita bipolar pada umumnya. Namun homotipik dikatakan dapat muncul dan dialami banyak orang yang akhirnya didiagnosis sebagai pengidap bipolar.

Pola gejala kedua adalah heterotypic. Gejala ini dikatakan cukup berbeda dengan gejala bipolar, berdasarkan tingkat kecemasan, gangguan perhatian dan kelainan perilaku. Sensitivitas dan spesifisitas dari heterotypic juga relatif rendah dan sangat sedikit dialami oleh remaja.

Dalam semua penelitian yang peneliti lihat, gejala ini telah dicatat sebelum bipolar didiagnosis. Peneliti juga mengatakan, temuan tersebut gagal memenuhi sistem peringatan dini yang benar-benar akurat untuk gangguan bipolar.

Dalam analisis tersebut, peneliti juga menemukan beberapa faktor yang meningkatkan resiko berkembangnya bipolar, yaitu cedera kepala, mengonsumsi obat-obatan terlarang, pelecehan seksual atau fisik, stres, dan prematur. Namun hingga kini peneliti dan dokter belum dapat menemukan cara untuk menghentikan perkembangan bipolar.

Meski sapat dikatakan sebagai penyakit yang langka atau hanya 3:100 orang setiap tahunnya, penyakit yang biasanya berkembang pada usia 15 hingga 19 tahun om memerlukan perhatian di masa depan tentang bagaimana bipolar dapat berkembang, serta pemahaman dari gejala yang ditimbulkannya.

"Untuk meningkatkan nilai prognostik dari fitur klinis yang dapat memprediksi diagnosis Bipolar nantinya, mungkin diperlukan untuk menggabungkan beberapa faktor risiko daripada berfokus pada prediktor tunggal," para peneliti menyimpulkan.

"Ini juga masih harus dieksplorasi apakah fitur atau kelompok faktor yang berbeda mungkin memiliki nilai prediktif spesifik untuk aspek Bipolar tertentu, pungkas dia melalui penelitian hang telah dipublikasikan di Harvard Review of Psychiatry itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement