Senin 25 Dec 2017 10:18 WIB

Liburan Akhir Tahun, Susuri Museum Seni Tertua di Bali

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nur Aini
Museum Puri Lukisan atau Museum Marketing 3.0 merupakan museum seni tertua di Bali.
Foto: Mutia Ramadhani
Museum Puri Lukisan atau Museum Marketing 3.0 merupakan museum seni tertua di Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, GIANYAR -- Destinasi wisata liburan di Bali tidak hanya terbatas pada pantai dan atraksi budaya. Museum seni pun menarik untuk menjadi tujuan alternatif saat libur akhir tahun.

Salah satu alternatif tujuan wisata itu, Museum Puri Lukisan Ubud yang merupakan museum seni tertua di Bali. Museum tersebut bermula dari kekhawatiran seniman di Pulau Dewata tempo dulu pada pemiskinan budaya Bali. Sejumlah tokoh kemudian berinisiatif mendirikan perkumpulan seniman bernama Pitamaha pada 1936.

Mereka yang mendirikan Pitamaha, antara lain Tjokorda Gde Agung Sukawati (Raja Ubud), Walter Spies (pelukis asal Jerman, 1895-1942), dan Rudolf Bonnet (pelukis asal Belanda, 1895-1978). Misi yang mereka usung adalah melestarikan seni tradisional dan modern dari Bali.

Putra kedua Raja Ubud yang kini menjadi Raja Puri Ubud, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace menceritakan Pitamaha yang kini telah berubah menjadi salah satu hotel terpopuler di Ubud awalnya adalah galeri seni lukis. Pelukis-pelukis di Bali yang jumlahnya tak kurang dari 125 orang pada masa itu sering mengadakan pameran untuk memperkenalkan karya-karya mereka ke dunia internasional. "Ayahanda sangat mencintai seni tradisional Bali. Beliau seakan tahu bahwa suatu hari nanti Bali akan menjadi destinasi pariwisata dunia," kata Cok Ace.

Hal ini pula yang mendorong Raja Ubud pada masa itu mengundang banyak seniman, khususnya pelukis-pelukis Eropa datang ke Puri Saren Ubud. Mereka disambut dengan hangat dan diberi tempat untuk menuangkan karya-karyanya. Walter Spies salah satu pelukis asing yang pada akhirnya memutuskan menetap di Bali selama bertahun-tahun.

Salah satu pelukis terkenal yang karyanya diabadikan di Museum Puri Lukisan Ubud adalah I Gusti Nyoman Lempad. Putra asli Bedulu, Gianyar ini menekuni seni lukis sejak 1925. Lukisan pertamanya dikerjakan di atas kertas yang diberikan Walter Spies. Penggunaan kertas sebagai media lukis inilah yang kelak menjadi salah satu ciri khas lukisan-lukisan Lempad.

Tema lukisannya berasal dari kisah-kisah Ramayana, Mahabharata, Bharatayudha, serta kisah rakyat dalam mitologi Bali. Banyak lukisan Lempad mengandung erotisme dan humor, seperti lukisan Cupak dan Grantang yang menarik perhatian Republika.co.id.

Lukisan-lukisan Lempad seolah terlihat belum selesai. Hal ini ternyata mengandung filosofi. Pertama, Lempad ingin mengajak generasi muda untuk menyelesaikan karyanya. Kedua, Lempad ingin mengingatkan generasi muda bahwa hidup ini tak ubahnya seperti pentas yang tak pernah usai, tidak berawal, dan tidak berakhir.

Sebagai penghargaan atas seni dan karyanya, Lempad mendapat tanda jasa Anugerah Seni dari pemerintahan RI pada 1970. Beliau juga mendapat penghargaan budaya Dharma Kusuma dari pemerintah Provinsi Bali 1982. Seniman terbesar Bali sepanjang masa ini meninggal 25 April 1978.

Ada tiga aliran lukisan yang dipamerkan di Museum Puri Lukisan Ubud. Pertama, aliran Ubud yang naturalis dan realis. Subyek lukisannya tentang kehidupan sehari-hari para petani serta upacara keagamaan di Bali.

Kedua, aliran Baruan yang umumnya dilukis hitam putih dengan tinta cina dan kertas. Ilustrasinya tentang kehidupan khas pedesaan, seperti di Desa Baruan yang letaknya jauh, sehingga tidak begitu tersentuh budaya Barat. Ketiga, aliran Sanur yang terinspirasi dari makhluk-makhluk laut dan bentuk binatang. Aliran ini dipengaruhi seniman Neuhaus bersaudara asal Jerman.

Secara garis besar, koleksi museum ini terdiri dari sejumlah kategori, mulai dari lukisan wayang kamasan, ukiran kayu, lukisan karya anggota Pitamaha, lukisan karya I Gusti Nyoman Lempad, dan lukisan Bali era modern. Pengunjung seakan diajak berpetualang tentang seni dan budaya Bali secara bertahap. Ada empat galeri besar menyajikan lukisan dari yang terlama hingga termodern.

Galeri pertama adalah Galeri Pitamaha yang berisi lukisan Bali antara 1930-1945 dan lukisan-lukisan Lempad. Kedua, Galeri Ida Bagus Made yang berisi lukisan Bali 1945 sampai saat ini dan lukisan-lukisan miik Ida Bagus Made.

Ketiga, Galeri Wayan berisi lukisan Bali 1945 sampai saat ini dan lukisan-lukisan wayang kamasan. Keempat, galeri berisi informasi sejarah para pendiri Museum Puri Lukisan.

Museum Puri Lukisan di dalamnya juga terdapat Museum Marketing 3.0". Pengunjung yang masuk ke sini dikenakan biaya tiket masuk Rp 85 ribu per orang. Tiket ini bisa ditukarkan dengan minuman gratis yang bisa dinikmati di kafe di salah satu sudut museum ini.

Anda tak akan menyesal merogoh kocek membeli tiket masuk ke museum ini. Itu karena penyajian lukisannya sangat informatif. Anda tak sekadar melihat lukisan, namun juga cerita di balik lukisan tersebut yang disajikan dalam tiga bahasa, Indonesia, Inggris, dan Cina.

Lokasi museum ini di Jalan Raya Ubud, sangat dekat dengan Puri Ubud dan Pasar Seni Ubud, sekitar 300 meter ke barat. Museum ini buka setiap hari, kecuali Hari Raya Nyepi, pukul 09.00-18.00 WITA.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement