REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan segera meresmikan Museum Gedung Sate pada Jumat (8/12) dan mulai pekan depan, masyarakat Jawa Barat akan dapat mengunjungi museum yang terletak di bagian timur Gedung Sate ini dan mendapatkan pengalaman sarat sejarah dengan sentuhan teknologi digital.
Kepala Bagian Publikasi Setda Jabar Ade Sukalsah mengatakan museum yang memiliki luas 500 meter persegi ini digratiskan untuk umum hingga akhir Desember 2017 dan untuk harga tiket masuk di bulan berikutnya berkisar Rp 5000.
"Untuk waktu operasional, pukul 10.00-16.00 WIB. Buka tiap hari, Senin libur," kata Ade Sukalsah, di Gedung Sate Bandung, Rabu (6/12).
Museum ini berkonsep membahas soal arsitektur Gedung Sate sebagai gedung terindah di dunia dan sejarah yang menyertainya. Memiliki tiga segmen yakni Segmen pertama ialah prolog, segmen kedua ialah eksplorasi dan ketiga segmen ketiga ialah kontemplasi.
Ketua Tim Museum Gedung Sate, Ade Garnandi mengatakan museum ini dibangun karena Gedung Sate adalah lambang di Jawa Barat yang memiliki nilai historis tinggi. "Ada nilai-nilai perjuangan di dalam sini, bahkan ada yang sampai mengorbankan jiwa raga melindungi statusnya sebagai milik bangsa Indonesia," katanya.
Ade mengatakan, Museum ini dirancang dari dua tahun. Pencarian informasi (riset) dilakukan sampai ke Belanda dan beberapa museum perpustakaan di sana. Pembangunan fisik museum yang berada di lantai dasar Gedung Sate ini memerlukan waktu lima bulan dengan penyelesaian konten museum dilakukan sekira 3,5 bulan.
Tim Konten Museum Gedung Sate harus terbang ke Belanda, karena Gedung Sate dibuat pada era kolonial, sehingga perlu meriset sejarah dari negara asal arsiteknya.
Walaupun bertemakan sejarah, pengunjung akan merasakan sensasi teknologi yang interaktif saat menggali informasi dari museum ini. Teknologi seperti layar sentuh yang menyajikan informasi melalui grafis menarik menjadi daya tarik atraksi Museum Gedung Sate.
Pengunjung juga dapat mencoba kacamata virtual reality yang membuat pengunjung seolah-olah menaiki balon udara mengelilingi area sekitar Gedung Sate.
Ada juga ruangan yang membuat pengunjung seolah-olah terlibat pada pengerjaan Gedung Sate, dengan teknologi augmented reality.
Di museum ini, kata Ade, pengunjung tidak hanya dapat melihat sejarah Gedung Sate saja, tetapi juga sejarah Kota Bandung. Ade mengatakan informasi yang akan disajikan dalam museum ini juga akan ditampilkan menggunakan teknologi digital.
Sehingga, lanjut dia, konten yang ditampilkan mudah dipahami oleh masyarakat dari berbagai kalangan mulai anak-anak hingga orang tua. Tidak hanya itu, kata dia, konten yang ada di dalam museum bisa diperbaharui apabila ada kesalahan atau penemuan baru. Oleh karena itu, informasi sejarah yang disuguhkan tidak keliru dan sesuai fakta keilmuan.