REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meraih ketenaran dan kesuksesan tidak selamanya berbuah kebahagiaan. Itulah yang dirasakan oleh Liam Payne ketika One Direction meraih puncak popularitas. Penyanyi asal Inggris ini mengaku dirinya kerap merasa terpaksa saat melakoni konser bersama boyband yang membesarkan namanya itu.
"Aku seharusnya tidak melakukan konser sebanyak yang sudah aku lakukan bersama One Direction. Aku jujur soal ini, sangat jujur," ungkap Liam kepada The Sun yang dikutip laman Aceshowbiz, Rabu (22/11).
"Menemui orang-orang dan memasang wajah bahagia dan bernyanyi, sejujurnya, kadang aku melakukan itu hanya sebagai kostum. Orang tidak menyadari apa yang ia lihat di depannya," lanjut pelantun 'Strip That Down' itu.
Liam menambahkan bahwa grupnya tidak punya cukup waktu untuk merayakan kesuksesan mereka karena selalu sibuk. "Semakin banyak yang kami lakukan, semakin aku berpikir tidak punya cukup waktu untuk berhenti dan merayakan kesuksesan. Seolah jadi sangat terkenal adalah akhir dari semuanya," ujar pria 24 tahun ini.
"Ini seperti ketika kami meraih tiga penghargaan Europe Music Award tapi langsung naik pesawat untuk menuju ke tempat selanjutnya," katanya blak-blakan.
Kadang situasi sibuk itu menuai konflik seperti saat One Direction membatalkan konser di Belfast pada 2015. Kala itu dirinya terkena sindrom kepabikan dan merasa terguncang karena putus dari kekasihnya, Sophia Smith.
Menurut Liam, vakumnya One Direction membawa dampak positif bagi para personilnya. Meski harus diakui bahwa keputusan ini membuat penggemar kecewa. "Kami butuh waktu untuk jauh satu sama lain. Kami butuh merealisasikan cinta lagi ketimbang memenuhi tuntutan kerja. Kini aku adalah orang yang berbeda jika dibandingkan sebelum boyband vakum," jelasnya.