REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bertambahnya satu anggota baru dalam keluarga tidak serta merta membawa kebahagiaan semata. Tak sedikit para ibu yang merasa kebingungan dalam menghadapi sang buah hati. Mulai dari bagaimana mengurus, memandikan, terlebih jika sang anak rewel.
Semuanya kerap menjadi pencetus stres. Hal tersebut pernah dialami oleh salah satu ibu asal Ciomas, Serang, Rovidatus Syifa. Ibu satu anak ini mengaku pernah mengalami depresi saat baru mulai mengurus anak.
“Biar tidak stres mengurus anak saya sendiri sering meluangkan waktu untuk nonton tv, main di sekitaran rumah atau pergi ke tempat-tempat yang asik, karena anak sudah berusia 2 tahun ya, jadi tidak begitu repot untuk membawa anak main keluar rumah,” ungkapnya, kepada Republika.co.id.
Sedang Riri Rahayu (24 tahun) baru saja melahirkan anak pertamanya. Dia mengaku bukan perkara gampang mengasuh anak sendiri tanpa bantuan pengasuh atau asisten rumah tangga. Sebagai ibu muda yang baru memiliki anak, Riri merasakan kurangnya istirahat untuk mengasuh anak yang mana ini bisa menyebabkan dirinya depresi.
“Tidak dipungkiri yang namanya stres pasti terjadi, apalagi anak saya masih tiga bulan. Waktu baru lahir belum bisa tuh dipakaikan popok sekali pakai, jadi harus ganti popok kain setiap 10-20 menit sekali. Biasanya depresi itu sering banget dateng karena syok yang biasanya mungkin bisa tidur siang. Ini jangankan siang, malam saja belum tentu tidur, karena lelah jadi mudah stres sih,” ujarnya.
Ada lagi Ika Sehfianti yang mengaku mengalami stres pascamelahirkan. Perubahan kebiasaan sehari-hari membuatnya kehilangan arah bagaimana bersikap sebagai ibu yang baik.
“Pastinya pernah stres, apa lagi masih muda belum berpengalaman cara menghadapi anak yang masih belum mengerti kalau misalkan dijelaskan bahwa si anak ini salah. Tapi karena nasihat dokter, suami, orang tua selalu kasih saran jangan stres nanti ASI-nya bermasalah,” ujarnya
Ketiganya sepakat menjadi orang tua yang baik sulit dilakukan sendirian. Perlu bantuan pasangan, keluarga, serta lingkungan untuk membesarkan anak.
“Titik yang membuat ibu itu butuh bantuan orang lain ketika si anak lagi ada masalah. Minimal kalau anak kecil berantem sama temannya, kita sebagai ibu harus bisa memberi pengertian kepada anak untuk saling memaafkan. Apalagi kalau anak kita nangis yang ditakutkan adalah anak kita menjadi minder dengan temennya, kalau sudah seperti ini aku biasanya konsultasi sama suami,” ujarnya.
Berbagi dengan suami membantu Syifa menghindari stres. Ia pasalnya sadar jika dirinya tidak terjaga kondisi emosinya, bukan tak mungkin anaknya menjadi korban kekesalannya.
Untuk menghindari stres yang berlebih, Riri lebih menyiapkan mental dan fisik pascamelahirkan. “Jangan pernah anggap kita strong bisa urus bayi sendiri terlebih bayi yang baru lahir harus hati-hati, jangan malu untuk minta bantuan orang lain,” katanya.
Selain dukungan dari keluarga, Sebagai ibu yang notabenernya adalah manusia biasa. Riri memilih untuk berkomunikasi dengan pasangan perihal mengasuh anak agar semuanya tidak dibebankan pada ibu.
Pola komunikasi yang baik antar ibu dan anak juga dipandangnya perlu dijalin. Hal pertama yang harus diingat, memiliki buah hati adalah suatu kenikmatan.
“Anak belum bisa ngomong ya, belum bisa mengutarakan maksudnya apa, jadi kalau anak nangis merengek kita coba cek popoknya sudah penuh atau belum, atau menangis karena haus ingin minum susu dan lain sebagianya. Kita harus tau tanda-tanda ini,” katanya.
Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan apalagi sampai mencederai buah hati, imbuh Riri, sesibuk apapun setelah menjadi ibu baru ia menyarankan untuk selalu memiliki jiwa yang tenang. Caranya pun banyak, mulai dari mendekatkan diri ke Tuhan hingga memasang musik yang disukai.
Sebagai seorang ibu, Ika selalu berusaha menciptakan kondisi nyaman dan bahagia anak, agar hubungannya dengan anak jadi baik. Kalau sudah terjalin hubungan yang baik, ia percaya ibu juga nyaman mengasuh anak maka tidak akan ada lagi pikiran ibu yang merasa terbebani dengan keberadaan anak.
“Karena sudah jadi istri dan seorang ibu, waktu untuk me time tidak butuh waktu lama, cukup lihat anak tidur nyenyak, kita bisa leluasa melakukan apa saja sesuka hati kita,” imbuhnya.
Menghadapi anak yang rewel atau nangis pun harus dengan kondisi emosi yang baik, lanjutnya, jika tidak tak sedikit para ibu yang akhirnya membahayakan sang anak. Jika dirasa ibu sulit mengontrol emosi, ibu bisa meminta ayah atau orang dekat untuk berhadapan dulu dengan anak.
“Kalau anak rewel dan kita tidak tahu harus berbuat apa karena masih belum berpengalaman, saya sendiri selalu menyerahkan anak ke suami atau orang yang terdekat saat itu juga. Jika kondisi anak kembali stabil, emosi kita juga sudah terkendali, coba bujuk atau kembali dekatkan diri dengan memberikannya ASI atau bermain main dengannya,” paparnya.