REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO — Peningkatan ketegangan rumah tangga di kalangan istri lebih cenderung mengakibatkan perceraian. Hasil studi yang dilakukan oleh Universitas Michigan (UM) menyebutkan perempuan dua kali lebih mungkin untuk mengajukan gugatan cerai dibandingkan dengan lelaki.
Xinhua, seperti dilansir dari Antara pada Ahad (5/11), melaporkan studi itu mengikuti perkembangan 355 pasangan selama 16 tahun, dan menggunakan data dari Early Years of Marriage Project yang dimulai pada 1986. Dari semua 355 pasangan yang perkembangan mereka diikuti, separuh dari mereka adalah orang kulit putih dan separuh lagi kulit hitam.
Semua pasangan itu diwawancarai antara empat dan sembilan bulan pertama perkawinan mereka. Kemudian, wawancara kembali dilakukan dalam dua, tiga, empat tujuh sampai 16 tahun proyek tersebut.
Para peneliti menanyai para suami dan istri mengenai gangguan dan rasa kesal selama satu bulan sebelum waktu wawancara. Termasuk juga seberapa sering mereka merasa tegang akibat perkelahian, pertengkaran dan ketidaksepakatan dengan pasangan mereka.
Perempuan yang terlibat studi tersebut melaporkan tingkat ketegangan lebih tinggi ketika mereka memasuki kehidupan rumah tangga. Para suami melaporkan tingkat ketegangan yang rendah, tapi ketegangan mereka meningkat seiring berjalanya kehidupan rumah tangga.
"Mungkin saja para istri memiliki harapan yang lebih realistis dalam kehidupan rumah tangga, sedangkan para suami memiliki harapan lebih idealis mengenai istri," kata Kira Birditt dari Institute for Social Research UM.
Sebanyak 40 persen dari 355 pasangan itu bercerai selama 16 tahun masa studi tersebut, menyamai masa rata-rata nasional angka perceraian di Amerika Serikat. Birditt pun mengatakan temuan ini menarik karena hasil penelitian ini penting untuk menjadi pertimbangan kedua orang dalam hubungan rumah tangga.
"Orang di dalam hubungan yang sama memiliki pendapat berbeda mengenai kualitas hubungan mereka,” kata Birditt.
Studi itu telah diterbitkan baru-baru ini di jurnal Developmental Psychology.