REPUBLIKA.CO.ID, WONSOBO -- Rumah singgah Panglima Besar Jenderal Soedirman di Desa Bojasari, Kertek, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, layak menjadi pusat edukasi sejarah mengenai perjuangan Jenderal Soedirman, kata penasihat Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kabupaten Wonosobo Agus Purnomo.
"Melihat fakta sejarah yang telah diakui secara resmi oleh Pemerintah, rumah tersebut layak untuk dijadikan rujukan sejarah autentik bagi generasi muda," katanya di Wonosobo, Ahad (29/10).
Ia menuturkan bahwa pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata, selayaknya menjadikan rumah tersebut sebagai pusat edukasi sejarah, khususnya mengenai perjuangan Jenderal Soedirman.
Kesediaan pihak keluarga untuk membuka rumah itu menjadi semacam museum perjuangan, kata Agus, juga layak diapresiasi karena nantinya generasi muda, terutama para pelajar, menjadi lebih paham bagaimana alur perang gerilya Jenderal Soedirman yang mampu mengusir penjajah Belanda dari Indonesia.
Andika Dwi Nugroho dari Komunitas Herritage Wonosobo juga memandang perlu Pemerintah mendorong terwujudnya rumah milik Sukanto itu sebagai pusat edukasi sejarah.
"Dari sisi sejarah, hingga umur bangunan yang telah melebihi 50 tahun serta perannya dalam perjuangan kemerdekaan, kami menilai rumah ini layak dikembangkan lebih lanjut sehingga siapa pun yang berkunjung akan lebih memahami bagaimana Jenderal Soedirman menyusun strategi perang gerilyanya," katanya.
Menurut dia, tidak banyak orang tahu kalau di balik kisah sejarah taktik perang gerilya Jenderal Soedirman, ternyata Wonosobo pernah menjadi bagian penting di dalamnya.
Sebuah rumah sederhana di RT 05/RW 02 Desa Bojasari Kecamatan Kertek telah diakui oleh Pemerintah sebagai salah satu rumah persinggahan Jenderal Soedirman pada masa perjuangannya mempertahankan kemerdekaan RI pada tahun 1947 s.d. 1948.
Rumah dengan luas bangunan 335 meter persegi tersebut kini dihuni oleh Priyanto (45) bersama istrinya, Menik Widyaningrum (40), dan anak semata wayangnya, Adriyanto Riski Pratama (12).
Priyanto menjelaskan perihal sejarah rumah yang dibangun pada tahun 1943 hingga mendapat pengakuan dari Pemerintah sebagai benda cagar budaya bersejarah.
Menurut dia, awal dibukanya kisah sejarah tersebut berasal dari cerita almarhum ayahnya, Cipto Utomo, kepada Sukanto, kakaknya, yang juga menjadi ahli waris rumah tersebut.
Almarhum Cipto Utomo merupakan lurah sekaligus tokoh di Desa Bojasari pada tahun 1947. Karena kecintaannya kepada negara, dia kemudian bergabung dengan Kompi Kapten Kambali sebagai Kepala Pengadaan Logistik dan merelakan rumah kediamannya sebagai markas komando pasukan yang tergabung dalam Komando Divisi III/Diponegoro di bawah pimpinan Kolonel R. Soesalit.
"Sangat disayangkan, Kapten Kambali yang dikenal sangat piawai dalam mengatur strategi perlawanan terhadap penjajah akhirnya tewas pada saat penghadangan konvoi tentara Belanda," katanya.
Perjuangan Cipto Utomo beserta pasukan, menurut Priyanto, tetap berlanjut hingga kedatangan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang memutuskan untuk singgah selama hampir setahun di rumah tersebut.
Dalam masa konsolidasi perjuangan, rumah yang pernah dipugar atas perintah Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono pada tahun 2011, juga pernah disinggahi Jenderal Sudharmono, mantan Wapres RI, serta Jenderal Sarbini.
Rumah tersebut pernah memiliki sejarah, yaitu sebagai pusat konsolidasi Jenderal Soedirman dengan para pimpinan tinggi militer pada masa itu.
"Kakak saya, Sukanto, sebagai ahli waris utama memperjuangkan untuk dapat diakui sebagai benda cagar budaya dan telah memperoleh surat penghargaan dari Bupati Wonosobo pada tahun 1997," katanya.
Melalui surat penghargaan yang ditandatangani Bupati Wonosobo Margono, rumah tersebut diakui sebagai markas dan asrama tentara pejuang kemerdekaan Republik Indonesia Kompi IV di bawah pimpinan Kapten Kambali dari Kesatuan Batalion IV, Mayor Tjipto Widuro, Resimen 17 Pekalongan, Letkol Wadiono, Brigade Nusantara Letkol Iskandar Idris, dan Divisi III Diponegoro Kolonel R Soesalit.
Menurut Priyanto, surat tersebut diperkuat dengan SK Bupati Wonosobo Nomor 433/283/2013 tentang Penetapan Rumah Mengandung Nilai Sejarah di Kabupaten Wonosobo yang ditandatangani Trimawan Nugrohadi.