Selasa 24 Oct 2017 20:26 WIB

Lombok Barat Garap Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Seorang peserta Grand Fondo New York (GFNY) sedang menikmati matahari terbenam di Pantai Senggigi pada Sabtu (2/9). Dijadwalkan, 800 pembalap, baik dalam dan luar negeri akan mengikuti gowes lintas alam sepanjang 160 Km di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Ahad (3/9).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsi
Seorang peserta Grand Fondo New York (GFNY) sedang menikmati matahari terbenam di Pantai Senggigi pada Sabtu (2/9). Dijadwalkan, 800 pembalap, baik dalam dan luar negeri akan mengikuti gowes lintas alam sepanjang 160 Km di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Ahad (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemerintah Kabupaten Lombok Barat serius mengembangkan 14 desa wisata bercirikan pengembangan pariwisata berkelanjutan atau Suistainable Tourism Development (STD).

Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat Ispan Junaidi menjelaskan, desa-desa wisata di Lombok Barat menyimpan sejumlah potensi yang beragam, mulai dari desa wisata Senggigi yang memiliki karakter wisata pantai, Desa Sesaot yang berada di hutan lindung, Desa Banyumulek dengan kerajinan gerabah, Desa Narmada dengan objek sejarah berupa pemandian air awet muda, hingga Desa Lingsar yang memiliki tradisi Perang Topat, antara umat Hindu dan Islam yang masih terjaga hingga kini.

"Destinasi wisata tak melulu pemandangan alam, tapi kreatifitas masyarakat juga menjadi sebuah destinasi yang menarik bagi wisatawan," ujar Ispan di sela-sela rapat koordinasi tata kelola destinasi wisata di Hotel Lombok Garden, Mataram, NTB, Selasa (24/10).

Ispan mengatakan, terdapat tiga aspek utama dalam pengembang pariwisata berkelanjutan yakni, mendorong kesadaran masyarakat untuk kelestarian lingkungan, peningkatan kapasitas masyarakat, dan juga peningkatan aspek ekonomi untuk masyarakat di desa wisata.

Pada 2016, Kabupaten Lombok Barat meraih penghargaan Kementerian Pariwisata RI dan United Nations World Tourism Organization (UNWTO) sebagai daerah yang serius menggarap pengembangan pariwisata berkelanjutan bersama Kabupaten Sleman, DIY, dan Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Ispan mengambil contoh Desa Wisata Sesaot di Kecamatan Narmada yang berdampingan dengan kawasan hutan lindung Sesaot. Penetapan Sesaot sebagai desa wisata pada dua tahun lalu, membuat kreatifitas warga terbangun untuk menjadikan Sesaot sebagai destinasi wisata di Lombok Barat yang nyaman dikunjungi. Bahkan, hal ini juga ikut menekan angka penebangan pohon secara liar di kawasan tersebut. "Masyarakat Sesaot juga mulai sadar lingkungan, dan desa wisata ini mampu menyerap 177 tenaga kerja," lanjut Ispan.

Menggeliatnya sektor desa wisata terlihat dari tingkat kunjungan yang berkisar 400 hingga 500 pengunjung setiap harinya. Pun perputaran uang yang terjadi di desa wisata mampu menyentuh angka Rp 200 juta perbulan.

Ispan menilai Dinas Pariwisata tidak bisa berjalan sendiri. Keterlibatan instansi lain Dinas PU, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan yang tergabung dalam satu tim membangun pariwisata berkelanjutan menjadi hal yang harus diteruskan ke depan.

Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, lanjut dia, juga sedang menggodok peraturan daerah (perda) tentang pengembangan pariwisata berkelanjutan. Jika ini terealisasi, Lombok Barat akan menjadi kabupaten/kota pertama yang memiliki perda terkait hal ini. "Perda ini menjadi satu-satunya di Indonesia targetnya rampung 2017, sebentar lagi diketok," ucap Ispan.

Dinas Pariwisata Lombok Barat juga telah membentuk staf sustainable tourism action plan, yang terdiri atas dinas terkait, kepolisian, kepala desa, hingga pokdarwis agar pengembangan pariwisata berkelanjutan bisa berjalan secara maksimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement