Senin 23 Oct 2017 07:03 WIB

Menikmati Istanbul dari Laut Marmara

Wisatawan berfoto dengan latar belakang selat Marmara di Turki.
Foto: AP Photo/Lefteris Pitarakis
Wisatawan berfoto dengan latar belakang selat Marmara di Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab, wartawan senior Republika

Ketika kami tiba di Istanbul -kota yang menghubungkan dua benua: Eropa dan Asia, cuaca sekitar 20-32 derajat Celsius. Tak beda jauh dengan suhu di Tanah Air. Suhu boleh hampir sama, tapi tidak demikian dengan waktu. Bulan Ramadhan di Turki, azan Maghrib baru berkumandang pada pukul 20.30 dan azan Subuh pada pukul 03.30. ''Kami berpuasa lebih lama. Tujuh belas jam,'' kata Enis Dzacar, pemandu wisata kami.

Di Istanbul --kota pelabuhan terbesar di Turki-- kita akan mendapati puluhan kapal-kapal pesiar bersandar, siap menunggu mereka yang akan tamasya di Laut Marmara dan Selat Bosphorus. Naik kapal pesiar mengarungi Laut Marmara dan Selat Bosphorus adalah salah satu pilihan selama di Turki selain menikmati berbagai keindahan bangunan-bangunan peninggalan Ottoman dan Romawi Kuno.

Bagi Turki, yang berpenduduk 72 juta jiwa, berbagai atraksi mereka lakukan untuk menarik wisatawan asing. Jumlah pelancong dari luar negeri ini membludak sampai 31 juta orang.

Tidak heran jika sektor pariwisata di negeri ini menghasilkan seperlima dari pendapatan nasional. Terlihat dari melimpahnya para wisatawan di Istanbul, pusat kejayaan Islam abad ke-14 sampai tahun 1923 --ketika Turki beralih jadi republik dipimpin Mustafa Kamal Attaturk.

Memang dalam melestarikan cagar budaya, Turki perlu diacungi jempol. Kita masih mendapati cagar budaya yang telah berusia ribuan tahun berupa peninggalan masa Romawi Kuno saat Istanbul masih bernama Byzantium. Merangseknya banyak wisatawan tentu saja dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh berbagai biro pariwisata Turki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement