REPUBLIKA.CO.ID, SEMBALUN -- Wilayah Sembalun yang berada di kaki Gunung Rinjani membuatnya cocok sebagai lahan pertanian. Selain menjual hasil pertanian langsung ke pasar, sejumlah pengelola membuka lahannya untuk agrowisata.
Salah satu pengelola kawasan agrowisata yang berada di Desa Sembalun Lawang, Idal Umam Ari, mengatakan mulanya kebunnya sering dikunjungi wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman). Alhasil, ia melihat hal itu sebagai potensi 'jualan'. Sehingga ia akhirnya membuka lahan perkebunan yang dikelolanya untuk dikunjungi wisatawan yang ingin memetik buah atau sayur secara langsung.
"Di sini kita terima tamu wisman dan wisnus, paling sering tamu dari lokal sih. Kalau musim naik gunung (Rinjani) baru deh banyak wisman," katanya kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Ia memungut biaya 20 ribu rupiah bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke kebunnya. Pengunjung kebunnya diperbolehkan memetik lima buah stroberi. Sedangkan jika hendak membeli, ia menyediakannya seharga 30 ribu rupiah per kilogram. Ia juga menanam daun bawang, wortel, kol, alpukat, dan apel. Khusus untuk apel, ia mengalami kesulitan menanamnya.
"Apel sulit pengelolaannya karena orang sini belum pengalaman kerja, biasanya orang Jawa petaninya biar ajarin kita. Cara tanam apel lebih sulit dari buah yang lain," ujarnya.
Warga Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur memang mayoritas berprofesi sebagai petani. Sedangkan ketika musim pendakian Gunung Rinjani, sebagian warga beralih profesi menjadi porter.
Namun sayang, harga sayuran yang mereka tanam kerap tak tentu di pasaran. Ia menyebut penjualan daun bawang 50 ribu rupiah per kuintal, wortel 1,500 rupiah per kilo gram dan kol 150 ribu rupiah per karung. "Bawang putih per kuintal sekitar satu juta. Cuma sekarang langka yang tanam. Kebanyakan orang tanam sayuran karena di pasar itu orang butuh sayur, kalau tanam bawang putih harganya enggak stabil," keluhnya.