REPUBLIKA.CO.ID, SINGARAJA -- Obyek wisata di Kabupaten Buleleng, Bali, sejauh ini masih didominasi pantai dan air terjun. Meski demikian, Bumi Panji Sakti menyajikan banyak alternatif pilihan wisata kepada pengunjung, salah satunya Taman Tao. Lokasi wisata ini baru dibuka sekitar Februari 2017 dan masih terbilang baru.
Mengapa disebut Taman Tao Sangket? Lokasi obyek ini ada di Desa Sangket, persis di bawah Jembatan Sangket. Tao berasal dari bahasa Bali yang berarti teduh dan sejuk. Sesuai namanya, begitulah suasana yang dirasakan saat pengunjung melangkahkan kaki ke destinasi baru di Bantang Banua, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali ini.
Taman Tao menyajikan suasana wisata alam khas tepi sungai, sebab dilewati aliran Sungai atau Tukad Banyumala yang arusnya deras dan airnya jernih. Sisi seberang sungai berupa tebing hijau dengan dinding batu cadas. Jika beruntung, pengunjung bisa menyaksikan anak-anak biawak juga kadal berjemur (basking) di bebatuan kali menikmati sinar matahari pagi.
Tangan dingin seorang Made Yasamada (49 tahun) berhasil menyulap bantaran sungai yang awalnya kotor menjadi lokasi wisata eksotis di tengah Kota Singaraja. Yasamada bercerita sungai ini dahulunya dipenuhi sampah rumah tangga, dedaunan tua, dan pepohonan mati.
Hati Yasamada pun terpanggil untuk membersihkan lingkungan sungai dan bantarannya supaya tampak lebih indah. Pria beragama Hindu ini percaya bahwa manusia harus menyelaraskan hidup dengan alam, seperti falsafah Tri Hita Karana.
"Jika manusia menjaga alam, maka alam pun akan menjaga kita," kata Yasamada kepada Republika.co.id.
Yasamada menata areal seluas 260,5 meter per segi ini dengan apik. Ia menempatkan banyak tempat duduk, juga meja kayu dengan posisi memanjang yang terkesan memagari tepi sungai. Meja-meja ini menghadap langsung ke Tukad Banyumala dan menjadi tempat asik untuk bercengkerama sambil makan bersama.
Pengunjung masuk melalui gerbang kecil yang hanya bisa dilalui satu orang. Patung Dewa Ganesha menjadi penandanya. Tulisan Selamat Datang di Taman Tao terpampang di gerbang kayu tersebut.
Batu-batu bertingkat di tata di banyak titik aliran sungai ini. Seni menumpuk batu dengan seimbang alias rock balancing memang banyak dikuasai pemuda-pemudi Bali. Batu ditumpuk dengan berbagai posisi, tanpa trik, dan alat bantu apapun, termasuk perekat.
Pengunjung tidak dipungut biaya masuk kawasan alias gratis. Mereka cukup membeli makanan dan minuman yang dijual di sini. Semuanya serba vegetarian. Inilah yang membuat tempat ini ramai dikunjungi wisatawan Muslim dari berbagai daerah di Bali, juga luar Bali, seperti Jember, Kediri, dan Banyuwangi.
Yasamada mengatakan wisatawan Muslim, seperti saat libur Maulid Nabi Muhamamd SAW berombongan datang ke tempatnya. Mereka sekadar menikmati suasana alam khas Taman Tao, makan di taman, bermain di pinggir sungai, hingga berenang.
Wayan Dana (30 tahun), salah seorang wisatawan lokal sering datang ke tempat ini. Ia menghabiskan waktu tiga jam untuk merenung dan beristirahat di Taman Tao, tepatnya di sebuah gazebo berukuran 33 meter di sisi kanan taman. Dana sengaja datang di pagi hari, bahkan sebelum tempat ini resmi dibuka dan pulang begitu pengunjung lain mulai berdatangan. "Tempat ini sangat tenang dan cocok untuk meditasi," katanya.
Wisata di alam terbuka semakin menjadi tren di kalangan wisatawan domestik dan mancanegara. Ini yang membuat Bali semakin ramai dikunjungi turis berbagai negara sejak 1980-an. Wisatawan seakan haus akan pengalaman berwisata di berbagai destinasi baru dan obyek-obyek tersembunyi (hidden paradise) di Pulau Dewata.